Powered By Blogger

Selasa, 23 Februari 2010

PENISBATAN KEPADA AS SALAF

Pendahuluan oleh Fadhillatu asy-Syaikh al-'Allamah al-Muhaddits Muqbil bin Hadiy al-Wadi'iy rahimahulllahu ta'ala

Pengertian As Salaf secara etimologi.

Yang dimaksud dengan lafadz “As Salaf” secara etimologi ialah :

Berkata Ibnu Mandzuur : “As Salaf, As Saliif, As Salafiyah ialah Al Jamaa`ah Al Mutaqaddimun (yang terdahulu).” Lisaanul `Arab (6/330).


Berkata Abus Sa`aadaat ibnul Atsiir : “Dikatakan Salaf yaitu seseorang yang mendahului seorang yang lain menemui maut baik dari orang tua dan nenek moyang dan yang memiliki hubungan kerabat dengan oleh karena itu dikatakan orang orang yang terdahulu dikalangan tabi`iin As Salafus Sholih.” An Nihaayah fi Ghariibul Hadits (2/390).

Dan berkata `Abdul Kariim As Sam`aaniy : “As Salafiy adalah orang yang mengintisabkan diri kepada As Salaf dan menjadikannya sebagai madzhabnya.” Al Intisaab (7/104).

Berkata Abul Hasan Ibnul Atsiir Al Jazriy setelah dia menukil perkataan As Sam`aaniy yang lalu : “Dikenal juga maknanya ialah Al Jamaa`ah.” Al Lubaab fi Tahdziibul Intisaab (2/126).

Pengertian As Salaf secara Al Ishtilaahiy :
Berkata Al Imam As Safaarayeniy : “Yang dimaksud dengan madzhab As Salaf adalah apa apa yang dijalani oleh para shahabat Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam yang mulia dan diredhoi oleh Allah Ta`ala dan At Taabi`iin (yang mengikuti mereka dengan baik), Atbaa`ut Taabi`iin serta `ulama Din ini dikalangan orang orang yang memang dikenal kepiawaiannya dalam agama dan diketahui juga mulianya kedudukan dia dalam Din ini, kemudian manusia lainnya mempelajari perkataan mereka dari generasi kegenerasi, tidak dituduh dia sebagai pelaku bid`ah, atau tidak dikenal dengan titel yang tidak diredhoi seperti Al Khawaarij, Ar Rawaafidh, Al Qadariyah, Al Murjiah, Al Jabariyah, Al Jahmiyah, Al Mu`tazilah, Al Karraamiyah dan selainnya.” Lawaami`ul Anwaar (1/20).

Al Lajnah Ad Daaimah pernah ditanya : Apa yang dimaksud dengan As Salafiyah dan bagaimana pandangan antum tentangnya ???

As Salafiyah adalah nisbah kepada salaf, sedangkan As Salaf itu sendiri ialah para shahabat Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan para imam pembawa hidayah dari kalangan orang orang yang berada di tiga qurun yang pertama semoga Allah meredhoi mereka- mereka ini direkomendasi oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam sebagai generasi yang terbaik seperti perkataan beliau :

((خير الناس قرنى ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم ثم يجىء أقوام تسبق شهادة أحدهم يمينه ويمينه شهادته)).

Artinya : “Sebaik baik manusia ialah orang yang sezaman dengan saya (para shahabat) kemudian generasi yang mengikuti mereka (para Taabi`iin) kemudian generasi yang mengikuti mereka dengan baik (Atbaa`ut Taabi`iin), kemudian datang satu kaum dimana persaksian mereka mendahului sumpahnya dan sumpah mereka mendahului persaksiannya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dalam Musnadnya, Al Bukhariy dan Muslim, As Salaafiyuun bentuk flural dari salafiy nisbah kepada As Salaf, dan telah lewat keterangan tentang pengertiannya; yaitu setiap orang yang berjalan di atas Manhaajus Salaf (metode salaf) dengan mengikuti Al Kitab dan As Sunnah serta berda`wah (mengajak) orang kepada keduanya dan mengamalkannya dan mereka inilah yang dikatakan sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaa`ah.” Al Lajnah Ad Daaimah Lilbuhuuts Al `Ilmiyah no. (1361) (2/1650-166).

Dan berkata Samaahatus Syaikh `Abdul `Aziiz Ibnu Baaz rahimahullah Ta`ala- : “Sesungguhnya As Salaf ialah mereka yang hidup di qurun yang memiliki keutamaan (al qurun al mufaddholah), dan siapapun yang mengikuti jejak dan berjalan di atas manhaj mereka maka dia dinamakan sebagai “salafiy” dan barang siapa yang menyelisihi mereka dinamakan “al khalaf”. “ (Nukilan dari komentar As Syaikh Hamdu bin `Abdul Muhsin At Tuwaijiriy terhadap Al `Aqidah Al Hamawiyah, hal. 203).

Berkata Syaikh kami Muhammad Amaan bin `Ali Al Jaamiy rahimahullahu Ta`ala : “Ketika kita meng-ithlakkan kata As Salaf, sebenarnya yang kita maksud dari sisi ishtilah ialah para shahabat Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam yang hidup sezaman dengannya, menimba `ilmu Din ini dari beliau secara langsung tanpa perantara…… demikian juga termasuk ke dalam ishtilah ini adalah para Taabi`iin yang telah mewarisi `ilmu para shahabat itu sebelum mereka wafat, mereka ini telah direkomendasi oleh Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam dan dipuji sebagai generasi yang terbaik, dimana Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata :

((خير الناس قرنى ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم)).

Artinya : “Sebaik baik generasi adalah manusia yang sezaman dengan saya, kemudian yang mengikutinya, kemudian yang mengikutinya.” Dan meliputi juga dalam ishtilah ini Atbaa`uttabi`iin.” (As Shifaatul Ilahiyyah fil Kitab was Sunnah, hal. 57).

Berkata Syaikh kami Sholih bin `Abdullah Al `Abuud : “Sesungguhnya yang dimaksud dengan kata As Salafiyah adalah setiap orang yang mengikuti jalan generasi As Salafus Sholih dari ummat ini, mereka juga dikenal sebagai Ahlis Sunnah wal Jamaa`ah, artinya Al Ijma` yang dijadikan sebagai hujjah, bersatu dalam mengikuti Sunnah Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan atsarnya baik secara batin atau zhohir dan mengikuti jalan orang yang pertama kali memeluk Din Islam ini dari kalangan Muhajirin dan Anshor serta orang orang mengikuti mereka dengan baik…” (`Aqidah As Syaikh Muhammad `Abdul Wahaab As Salafiyah, hal. 195).

Berkata As Syaikh Bakar bin `Abdullah Abu Zaid : “Apabila dikatakan As Salaf, atau As Salafiyuun, atau sungguh sungguhnya mereka mengikuti As Salafiyyah : merupakan nisbah kepada As Salafus Sholih yaitu seluruh shahabat radhiallahu `anhum serta orang orang yang mengikuti mereka dengan baik, bukan orang orang yang dikuasai oleh hawa nafsu (ahlul ahwa) setelah zaman shahabat- dari kalangan khalaf yang memisahkan diri dari As Salafus Sholih dengan nama dan bentuk tertentu, …. Dan oleh karena itu yang dimaksud dengan lafadz salaf disini adalah : As Salafus Sholih, dengan dalil bahwa lafadz ini secara muthlaq ialah setiap yang berjalan dan mengikuti para shahabat radhiallahu `anhum- walaupun dia berada di zaman kita ini… demikianlah yang sebenarnya, sedangkan ahli `ilmu menjelaskan, ini merupakan nisbah tidak ada padanya bentuk yang keluar dari ketentuan Al Kitab dan As Sunnah, ia merupakan nisbah yang tidak mungkin terpisah sedetikpun dari generasi yang pertama, bahkan ia merupakan bagian dari mereka dan kembali ke jalan mereka, adapun orang yang menyelisihi cara mereka dengan memakai nama dan bentuk tertentu, tidak termasuk di dalamnya, walaupun hidup di zaman dan bertemu dengan mereka, dengan demikian para shahabat radhiallahu `anhum betul betul berlepas diri dari Al Qadariyah dan Al Murjiah serta orang orang yang mengikuti firqah firqah yang sesat ini.” Lihat : Hukmul Intima` Ilal Firaq wal Ahzaab wal Jamaa`ah Al Islamiyah (46-47).

Kemudian beliau berkata juga : “Jadilah kamu seorang yang benar benar salafiy, mengikuti jalan As Salafus Sholih dari para shahabat radhiallahu `anhum, orang orang setelah mereka dan siapapun yang mengikuti atsar mereka dari keseluruhan cabang cabang Din ini seperti At Tauhiid dan Al `Ibaadah serta yang lainnya.” Lihat Hulyatu Tholabul `Ilmi, hal. 8.
KAPAN MUNCULNYA ISHTILAH AS SALAFIYAH INI ??

Berkata Syaikh kami Muhammad Amaan Al Jaamiy : “Sesungguhnya ishtilah ini muncul dan masyhur ketika terjadinya perselisihan dan pertentangan yang hebat sewaktu membahas ushuluddin (pokok pokok agama) diantara firqah firqah kalamiyah (ahlul kalam), maka berusahalah seluruhnya meng-intisabkan diri mereka masing masing kepada As Salaf dan di-iklankan bahwa apa yang dijelaskan oleh salah satu dari firqah itu, itulah yang dipegang oleh As Salafus Sholih, jadi wajib diisytiharkan dan dimasyhurkan kalimat ini- keadaan seperti ini- lalu diasaskanlah qaedah qaedah dan tanda tanda yang jelas serta ittijah salafiy yang gamblang sehingga tidak menjadi kabur diantara orang yang benar benar ber-uswah dan berjalan di atas manhaj salafdengan orang orang yang hanya sekedar dakwaan saja.” As Shifaatu Ilahiyyaat, hal. (57-58).

Berkata As Syaikh Bakar Abu Zaid : “Sesungguhnya kaum muslimin yang awal awal- para shahabat radhiallahu `anhum- sebelum munculnya bibit bibit perpecahan dan pertentangan mereka tidak mempunyai nama tertentu sebagai pembeda, karena mereka tersebut sebagaimana disebutkan benar benar merupakan contoh atau gambaran dari agama Islam itu, akan tetapi setelah munculnya firqah firqah yang menyesatkan tersebut seperti : ahlul ahwa` (pengekor hawa nafsu), ahlul bid`ah disebabkan karena mereka mengikuti apa apa yang menyelisihi Din Islam, menjauhkan mereka dari Din itu, ahlus syubuhaat, karena mereka mencampurkan diatara haq dan bathil, dikaburkan oleh mereka yang haq itu dihadapan orang `awam, guna membangun atau menegakkan paham mereka yang keluar dari As Sunnah untuk terus berada dalam syubuhaat yang rusak dan menyakitkan, qudwah mereka dalam hal ini adalah musuh Allah dan Rasul-Nya Shollallahu `alaihi wa Sallam yang pertama yaitu iblis dilaknat oleh Allah- sebab dia inilah yang pertama kali menggunakan qiyas dalam rangka menyelisihi perintah Allah Ta`ala,

((قال أنا خير منه خلقتنى من نار وخلقته من طين)). الأعراف (12).

Artinya : Menjawab iblis : “Saya lebih baik daripadanya; Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” Al A`raaf (12). Setelah muncul firqah firqah tersebut, menisbahkan diri ke Din Islam, namun firqah firqah itu memisahkan diri dari dasar dasar yang kokoh sebagai gantungan kaum muslimin, muncullah laqab laqab (nama nama) yang sesuai dengan syari`at sebagai pembeda daripa jamaa`ah muslimin lainnya, untuk menafikan (menghilangkan) perpecahan dan pengekoran terhadap hawa nafsu, apakah nama nama itu memang sudah ditetapkan oleh ashol syari`at; seperti Al Jamaa`ah- Jamaa`tul Muslimin- Al Firqatun Naajiyah At Thooifatul Manshuurah atau disebabkan karena mereka sangat berpegang teguh sekali dengan As Sunnah di depan ahlil bid`ah, oleh karena itu terjadilah hubungan yang kuat diantara mereka dengan generasi pertama dulu, dikatakan juga mereka ini : As Salaf- Ahlul Hadits- Ahlul Atsar- Ahlus Sunnah wal Jamaa`ah, ini merupakan laqab laqab (nama nama) yang disyari`atkan menyelisihi seluruh laqab yang ada sebagai tameng dari firqah yang menyesatkan…” Hukmul Intimaa` (40-41).

MASA DIMULAINYA PENGGUNAAN LAFADZ “SALAF.”

Satu hadits yang dikeluarkan oleh Al Bukhariy dan Muslim dan lafadz hadits di shohih Muslim dari jalan `Aisyah radhiallahu `anha- disebutkan- bahwa Faathimah radhiallahu `anha- berkata : Sesungguhnya Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam telah menyampaikan satu hadits pada saya :

((أن جبريل كان يعارضه بالقرآن كل عام مرة، وأنه عارضه فى العام مرتين، ولا أرانى إلا قد حضر أجلى، وإنك أول أهلى لحوقا بى ونعم السلف أنا لك)).

Artinya : “Bahwa Jibriil `alaihi wa Sallaam memuraja`ah Al Quran dengan satu kali setiap tahunnya, namun tahun dia lakukan dua kali, demikian disebabkan karena dekatnya ajal saya, sesungguhnya kamu ya Fathimah merupakan yang pertama kali bertemu dengan saya nanti di akhirat dan “Salaf” yang paling nikmat adalah kamu.” Al Bukhariy- kitabul Isti`dzaan-bab man naaja baina yadaiyinnaas (11/80), Muslim-kitab Fadhaailus Shohaabah- bab Fadhaailu Faathimah (4/1905).

Berkata Al Imam An Nawaawiy : “As Salaf maknanya yang terdahulu, saya lebih dahulu di depan kamu lantas kamu tolak saya?. (Syarhun Nawaawiy terhadap Shohih Muslim (16/7).

Dari Anas bin Maalik radhiallahu `anhu berkata : “Kalau seandainya seorang laki laki mendapati As Salaf yang awal, lantas dia diutus pada hari ini, tidak diketahui tentang Islam yang menyelisihi, sambil meletakan tangannya di pipinya, lalu dia kembali berkata : kecuali sholat ini.”

Kemudian beliau berkata : “Adapun selanjutnya- demi Allah atas yang demikian- bagi yang hidup pada zaman ini, tidak menemui generasi As Salafus Sholih, maka dia akan melihat dimana seorang ahlu bid`ah menyeru kepada bid`ahnya, dan dia lihat juga ahlu dunia mengajak kepada dunianya, namun dia dipelihara oleh Allah Ta`ala, Allah jadikan hati terpaut dengan generasi As Salafus Sholih tersebut sambil dia memohon kepada Allah untuk selalu berada diatas jalan mereka, berpedoman kepada atsar atsar dan mengikuti jalan mereka, guna mengharapkan balasan yang sangat besar, maka hendaklah kalian menjadi seperti mereka insya Allah.” Al I`tishom oleh As Syaathibiy (1/34).

Dari Maimuun bin Mihraan dari bapaknya berkata : “Kalalu seandainya seorang lelaki dikalangan As Salaf dibangkitkan dihadapan kalian maka tidak akan dikenal ada qiblah selain qiblah ini.” Al I`tishom (1/34).

Berkata Ibnu Hajar rahimahullahu Ta`ala : “Mihraan orang tua Maimuun Al Jazriy, berkata Al Baghawiy : Al Bukhariy menyebutkannya sebagai shahabat.” Al Ishaabah fi Tamyiizis Shohabah-huruf mim- (3/467).

Al Imam Al Bukhariy memberikan bab di dalam shohihnya berkata : “Bab yang menunjukan mengendarai binatang dan fuhuulah (kuda jantan) dari kuda.”

Berkata Raasyid bin Sa`ad : “Kaum As Salaf menyenangi al fuhuulah (kuda jantan) sebab dia lebih kencang dan mudah diatur.”

Berkata Ibnu Hajar : “Raasyid bin Sa`ad Al Maqraiy, tabii`in di kota Syam meninggal tahun 113 H.” Tahdziibut Tahdziib (3/225), dan lihat juga Taqriibut Tahdziib hal. 315, cetakan Daarul `Aashimah.

Kemudian beliau berkata : “Perkataan Raasyid “kaum As Salaf” artinya para shahabat dan generasi setelah mereka.” Fathul Baariy Syarhu Shohih Al Bukhariy (6/66).

Kemudian beliau juga memberikan sub bab di kitab –Al At`imah-bab Tidak pernah kaum As Salaf menyimpan (memonopoli) di rumah rumah dan di perjalanan mereka makanan.” Fathul Baariy (9/552). Berkata Al Imam Abu `Amru Al Auzaa`iy : “Hendaklah kamu bersabar di atas As Sunnah berhentilah kamu sekira kira dimana salaf berhenti, berkatalah seperti perkataan mereka, tahanlah dirimu sebagaimana mereka menahan diri mereka dan berjalanlah di atas jalan salaf kamu yang baik sesungguhnya yang demikian cukup bagimu.” Syarhu Ushul I`tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa`ah –Al Laalikaaiy (1/154).

Berkata juga beliau : “Wajib bagimu untuk mengikuti atsar atsar kaum salaf walaupun kamu ditolak oleh manusia lainnya, dan jauhilah olehmu pemikiran pemikiran yang sesat walaupun dihiasi perkataan itu di hadapanmu.” As Syarii`ah oleh Al Ajurriy hal. 58).
http://darussalaf.or.id/stories.php?id=48

FATWA - FATWA ULAMA TENTANG JAMA'AH AT TABLIQ

Kita akan membawa beberapa fatwa (keputusan) para ulama tentang Firqah Tabligh, agar ummat mengerti bahwa kita menuduh mereka sesat bukan dari kita sendiri, tapi kita mengambilnya dari ucapan ulama kita yang mulia, semoga Allah mengampuni mereka yang telah wafat dan menjaga yang masih hidup. Perhatikan ucapan para ulama ini agar terbuka kekaburan yang selama ini menutupi mereka. Dan hendaklah bagi mereka yang masuk ke dalam kelompok ini segera keluar dan yang kagum segera sadar dan membenci, karena kematian itu datangnya tiba-tiba.



1. Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah

"Dari Muhammad bin Ibrahim kepada yang terhormat raja Khalid bin Su'ud.

Assalamu 'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu. Wa ba'du:

Saya telah menerima surat Anda dengan no. 37/4/5/D di 21/1/82H. Yang berkaitan tentang permohonan untuk bekerja sama dengan kelompok yang menamakan dirinya dengan "Kulliyatud Da'wah wat Tabligh Al Islamiyyah."

Maka saya katakan: Bahwa jama'ah ini tidak ada kebaikan padanya dan jama'ah ini adalah jama'ah yang sesat. Dan setelah membaca buku-buku yang dikirimkan, kami dapati di dalamnya berisi kesesatan dan bid'ah serta ajakan untuk beribadah kepada kubur dan kesyirikan. Perkara ini tidak boleh didiamkan. Oleh karena itu kami akan membantah kesesatan yang ada di dalamnya. Semoga Allah menolong agama-Nya dan meninggikan kalimat-Nya. Wassalamu 'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. 29/1/82H." (Al Qaulul Baligh hal. 29 dengan diringkas)


2. Syaikh Hummud At Tuwaijiri rahimahullah

"Adapun ucapan penanya: Apakah aku menasehatinya untuk ikut khuruj dengan orang-orang tabligh di dalam negeri ini (Saudi) atau di luar?

Maka saya jawab: Saya menasehati penanya dan yang lainnya yang ingin agamanya selamat dari noda-noda kesyirikan, ghuluw, bid'ah dan khurafat agar jangan bergabung dengan orang-orang Tabligh dan ikut khuruj bersama mereka. Apakah itu di Saudi atau di luar Saudi. Karena hukum yang paling ringan terhadap orang tabligh adalah: Mereka ahlul bid'ah, sesat dan bodoh dalam agama mereka serta pengamalannya. Maka orang-orang yang seperti ini keadaannya, tidak diragukan lagi bahwa menjauhi mereka adalah sikap yang selamat.

Sungguh sangat indah apa yang dikatakan seorang penyair:

Janganlah engkau berteman dengan teman yang bodoh.

Hati-hatilah engkau darinya.

Betapa banyak orang bodoh yang merusak seorang yang baik ketika berteman dengannya."

(Al Qaulul Baligh, syaikh Hummud At Tuwaijiri hal. 30)


3. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani hafidhahullah

Pertanyaan:

Di sini ada pertanyaan: Apa pendapat Anda tentang Jama'ah (firqah) Tabligh dan apakah ukuran khuruj ada terdapat dalam sunnah?

Jawab:

Pertanyaan ini adalah pertanyaan penting. Dan aku memiliki jawaban yang ringkas, serta kalimat yang benar wajib untuk dikatakan. Yang saya yakini bahwa da'wah tabligh adalah: sufi gaya baru. Da'wah ini tidak berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Khuruj yang mereka lakukan dan yang mereka batasi dengan tiga hari dan empat puluh hari, serta mereka berusaha menguatkannya dengan berbagai nash, sebenarnya tidak memiliki hubungan dengan nash secara mutlak. Sebenarnya cukup bagi kita untuk bersandar kepada salafus shalih. Penyandaran ini adalah penyandaran yang benar. Tidak boleh bagi seorang muslim untuk tidak bersandar kepadanya. Bersandar kepada para salafus sholih, -wajib diketahui hakikat ini,- bukanlah seperti bersandar kepada seseorang yang dikatakan pemilik mazhab ini atau kepada seorang syaikh yang dikatakan bahwa dia pemilik tarikat ini atau kepada seseorang yang dikatakan bahwa dia pemilik jama'ah tertentu. Berintima' (bergabung) kepada salaf adalah berintima' kepada sesuatu yang 'ishmah (terpelihara dari dosa). Dan berintima' kepada selain mereka adalah berintima' kepada yang tidak 'ishmah. Firqah mereka itu –cukup bagi kita dengan berintima' kepada salaf- bahwa mereka datang membawa sebuah tata tertib khuruj untuk tabligh (menyampaikan agama), menurut mereka. Itu tidak termasuk perbuatan salaf, bahkan bukan termasuk perbuatan khalaf, karena ini baru datang di masa kita dan tidak diketahui di masa yang panjang tadi. (Sejak zaman para salaf hingga para khalaf). Kemudian yang mengherankan, mereka mengatakan bahwa mereka khuruj (keluar) untuk bertabligh, padahal mereka mengakui sendiri bahwa mereka bukan orang yang pantas untuk memikul tugas tabligh (penyampaian agama) itu. Yang melakukan tabligh (penyampaian agama) adalah para ulama, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dengan mengutus utusan dari kalangan para sahabatnya yang terbaik yang tergolong ulama mereka dan fuqaha` mereka untuk mengajarkan Islam kepada manusia. Beliau mengirim Ali sendirian, Abu Musa sendirian, dan Mu'adz sendirian. Tidak pernah beliau mengirim para sahabatnya dalam jumlah yang besar, padahal mereka sahabat. Karena mereka tidak memiliki ilmu seperti beberapa sahabat tadi. Maka apa yang kita katakan terhadap orang yang ilmunya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan sahabat yang tidak dikirim Nabi, apa lagi dibanding dengan para sahabat yang alim seperti yang kita katakan tadi?! Sedangkan mereka (Firqah Tabligh) keluar berdakwah dengan jumlah puluhan, kadang-kadang ratusan. Dan ada di antara mereka yang tidak berilmu, bahkan bukan penuntut ilmu. Mereka hanya memiliki beberapa ilmu yang dicomot dari sana sini. Adapun yang lainnya, hanya orang awam saja. Di antara hikmah orang dulu ada yang berbunyi: Sesuatu yang kosong tidak akan bisa memberi. Apa yang mereka sampaikan kepada manusia, padahal mereka mengaku (jama'ah) Tabligh?

Kita menasehati mereka di Suriah dan Amman agar duduk dan tinggal di negeri mereka dan duduk mempelajari agama, khususnya mempelajari aqidah tauhid, -yang iman seorang mukmin tidak sah walau bagaimanapun shalihnya dia, banyak shalat dan puasanya-, kecuali setelah memperbaiki aqidahnya.

Kita menasehati mereka agar tinggal di negeri mereka dan membuat halaqah ilmu di sana serta mempelajari ilmu yang bermanfaat dari para ulama sebagai ganti khurujnya mereka ke sana kemari, yang kadang-kadang mereka pergi ke negeri kufur dan sesat yang di sana banyak keharaman, yang tidak samar bagi kita semua yang itu akan memberi bekas kepada orang yang berkunjung ke sana, khususnya bagi orang yang baru sekali berangkat ke sana. Di sana mereka melihat banyak fitnah, sedangkan mereka tidak memiliki senjata untuk melidungi diri dalam bentuk ilmu untuk menegakkan hujjah kepada orang, mereka akan menghadapi, khususnya penduduk negeri itu yang mereka ahli menggunakan bahasanya, sedangkan mereka (para tabligh) tidak mengerti tentang bahasa mereka.

Dan termasuk syarat tabligh adalah hendaknya si penyampai agama mengetahui bahasa kaum itu, sebagaimana diisyaratkan oleh Rabb kita 'Azza wa Jalla dalam Al Qur`an:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ

"Tidaklah kami mengutus seorang rasul kecuali dengan lisan kaumnya agar dia menerangkan kepada mereka." (Ibrahim: 4)

Maka bagaimana mereka bisa menyampaikan ilmu, sedangkan mereka mengakui bahwa mereka tidak memiliki ilmu?! Dan bagaimana mereka akan menyampaikan ilmu, sedangkan mereka tidak mengerti bahasa kaum itu?! Ini sebagai jawaban untuk pertanyaan ini. (Dari kaset Al Qaulul Baligh fir Radd 'ala Firqatit Tabligh)


4. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz hafidhahullah

Pertanyaan:

Semoga Allah merahmati Anda, ya syaikh. Kami mendengar tentang (firqah) tabligh dan dakwah yang mereka lakukan, apakah anda membolehkan saya untuk ikut serta dengan mereka? Saya mengharap bimbingan dan nasehat dari anda. Semoga Allah memberi pahala kepada anda.

Jawab:

Siapa yang mengajak kepada Allah adalah muballigh, (sebagaimana Nabi bersabda –pent) "Sampaikan dariku walau satu ayat." Adapun jama'ah (firqah) tabligh yang terkenal dari India itu, di dalamnya terdapat khurafat-khurafat, bid'ah-bid'ah dan kesyirikan-kesyirikan. Maka tidak boleh khuruj (keluar) bersama mereka. Kecuali kalau ada ulama yang ikut bersama mereka untuk mengajari mereka dan menyadarkan mereka, maka ini tidak mengapa. Tapi kalau untuk mendukung mereka, maka tidak boleh, karena mereka memiliki khurafat dan bid'ah. Dan orang alim yang keluar bersama mereka hendaknya menyadarkan dan mengembalikan mereka kepada jalan yang benar. (Dari kaset Al Qaulul Baligh)

Tanya:

Para penuntut ilmu menanya kepada anda dan para ulama kibar (senior) lainnya tentang: Apakah anda menyetujui kalau mereka bergabung dengan kelompok yang ada seperti Ikhwan, Tabligh, kelompok Jihad dan yang lainnya atau anda menyuruh mereka untuk belajar bersama para da'i salaf yang mengajak kepada dakwah salafiyyah?

Jawab:

Kita nasehati mereka semuanya untuk belajar bersama para thalabul ilmi lainnya dan berjalan di atas jalan Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Kita nasehati mereka semuanya agar tujuannya untuk mengikuti Al Kitab dan sunnah dan berjalan di atas jalan Ahlus sunnah wal Jama'ah. Dan hendaknya mereka menjadi ahlus sunnah atau para pengikut salafus shalih. Adapun berhizb dengan Ikhwanul Muslimin, Tablighi atau yang lainnya, maka tidak boleh. Ini keliru. Kita nasehati mereka agar menjadi satu jama'ah dan bernisbah kepada Ahlus sunnah wal jama'ah. Inilah jalan yang lurus untuk menyatukan langkah. Kalau ada berbagai nama sedangkan semuanya di atas satu jalan, dakwah salafiyyah, maka tidak mengapa, seperti yang ada di Shan'a dan yang lainnya, tapi yang penting tujuan dan jalan mereka satu. (Dari kaset Al Qaulul Baligh)

5. Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Ghudayyan hafidhahullah (anggota Hai'ah Kibarul Ulama`)

Pertanyaan:

Kami berada di suatu kampung dan berdatangan kepada kami apa yang dinamakan dengan (firqah) Tabligh, apakah kami boleh ikut berjalan bersama mereka? Kami mohon penjelasannya.

Jawab:

Jangan kalian ikut berjalan bersama mereka!! Tapi berjalanlah dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam!! (Dari kaset Al Qaulul Baligh)


6. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafidhahullah

Pertanyaan:

Syaikh, di sana ada kelompok-kelompok bid'ah, seperti Ikhwan dan Tabligh serta yang lainnya. Apakah kelompok ini termasuk Ahlus Sunnah? Dan apa nasehat anda tentang masalah ini?

Jawab:

"Kelompok-kelompok ini... Telah diketahui bahwa yang selamat adalah yang seperti yang telah saya terangkan tadi, yaitu kalau sesuai dengan Rasulullah dan para sahabatnya, yang mana beliau berkata ketika ditanya tentang Al Firqatun Najiyah: Yang aku dan para sahabatku ada di atasnya. Firqah-firqah baru dan beraneka ragam ini, pertama kali: bid'ah. Karena lahirnya di abad 14. Sebelum abad 14 itu mereka tidak ada, masih di alam kematian. Dan dilahirkan di abad 14. Adapun manhaj yang lurus dan sirathal mustaqim, lahirnya atau asalnya adalah sejak diutusnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Maka siapa yang mengikuti ini dialah yang selamat dan berhasil. Adapun yang meninggalkan berarti dia menyimpang. Firqah-firqah itu telah diketahui bahwa padanya ada kebenaran dan ada kesalahan, akan tetapi kesalahan-kesalahannya besar sekali, maka sangat dikhawatirkan.




Hendaknya mereka diberi semangat untuk mengikuti jama'ah yakni Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan yang berada di atas jalan salaf ummat ini serta yang menta'wil menurut apa yang datang dari Rasulullah bukan dengan yang datang dari si fulan dan fulan, menurut tarikat-tarikat yang ada di abad 14 H. Maka kedua kelompok yang tadi disinggung adanya hanya di abad 14 H. Mereka berpegang dan berjalan di atas jalan-jalan dan manhaj-manhaj itu. Mereka tidak berpegang dengan dalil-dalil dari Al Kitab dan Sunnah, tapi dengan pendapat-pendapat, pemikiran-pemikiran dan manhaj-manhaj yang baru dan bid'ah yang mereka membangun jalan dan manhaj mereka di atasnya.

Dan yang paling jelas di kalangan mereka adalah: Wala` dan Bara`. Al Wala` wal Bara` di kalangan mereka adalah bagi yang masuk ke dalam kelompok mereka, misalnya Ikhwanul Muslimin, siapa yang masuk ke dalam kelompok mereka, maka dia menjadi teman mereka dan akan mereka cintai walaupun dia dari rafidlah, dan akhirnya dia menjadi saudara dan teman mereka.

Oleh karena ini mereka mengumpulkan siapa saja, termasuk orang rafidlah yang membenci sahabat dan tidak mengambil kebenaran dari sahabat. Kalau dia masuk ke dalam kelompok mereka, jadilah dia sebagai teman dan anggota mereka. Mereka membela apa yang dia bela dan membenci apa yang dia benci.


Adapun Tabligh, pada mereka terdapat perkara-perkara mungkar. Pertama: dia adalah manhaj yang bid'ah dan berasal dari Delhi (India –red) bukan dari Mekkah atau Madinah. Tapi dari Delhi di India. Yakni seperti telah diketahui bahwa di sana penuh dengan khurafat, bid'ah dan syirik walau di sana juga banyak Ahlus Sunnah wal Jama'ah, seperti jama'ah ahlul hadits, yang mereka adalah sebaik-baik manusia di sana. Tetapi Tabligh ini keluar dari sana melalui buatan para pemimpin mereka yang ahli bid'ah dan tarekat sufi yang menyimpang dalam aqidah. Maka kelompok ini adalah kelompok bid'ah dan muhdats. Di antara mereka ada Sufi dan Asy'ari yang jelas-jelas bukan berada di atas jalan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, dalam aqidah dan manhaj. Dan yang selamat adalah orang yang mengikuti manhaj salaf dan yang berjalan di atas jalan mereka." (Dari kaset Al Qaulul Baligh)


7. Syaikh Rabi' bin Hadi Al Madkhali hafidhahullah

"Saya tidak pernah khuruj dengan mereka (Firqah tabligh), tapi saya pergi untuk suatu keperluan, yakni ke Kashmir. Setelah selesai dari pekerjaan ini aku melewati Delhi. Maka ada yang mengatakan kepadaku: Mari kita singgah ke suatu tempat untuk dikunjungi, yaitu ke markas Tabligh yaitu di Nizamuddin. Nizamuddin ini adalah masjid yang dekat dengan markas jama'ah tabligh. Di dalamnya ada lima kubur yang diberi kubah. Yakni kuburan yang disembah, bukan menyembah kepada Allah. Ini ibadah yang jelas syirik. Maka kami melewati 'monumen' ini. Kemudian kami singgah ke markas tabligh. Orang-orang berselisih apakah di dalamnya ada kuburan atau tidak.

Maku Abdurrab bertanya, ini orang yang saya ceritakan tadi, apakah di dalam masjid Tabligh ini ada kuburan? Yang cerdas di kalangan mereka berkata: Tidak, di sini tidak ada kuburan! Kuburan Ilyas di Mekkah atau di tempat ini atau itu yang jauh. Maka dia terus bertanya hingga ada seseorang yang menunjukkan atau mengabarkan bahwa di sana ada kuburan Ilyas dan di sebelahnya kuburan istrinya.

Kemudian al Akh Abdurrab pergi ke kedua kuburan itu dan mencari-carinya setelah ketemu, dia datang kepada kami sambil berkata: Mari, saya tunjukkan kepada kalian dua kuburannya. Maka kami melihat, ini kuburan Ilyas dan ini kuburan istrinya yang keduanya ada di dalam masjid.

Kemudian setelah itu kami pastikan bahwa di dalamnya ada empat kuburan, bukan dua kuburan saja. Kami memastikannya melalui orang-orang yang dipercaya yang telah berjalan bersama Tabligh bertahun-tahun.

Tidak akan berkumpul masjid dan kuburan (di satu tempat) dalam agama Islam. Akan tetapi, mereka ini karena kesufiannya, kebodohannya terhadap manhaj dakwah para nabi, jauh darinya dan meremehkannya, mereka menguburkan para gurunya di masjid, padahal para ulama telah mengatakan: bahwa shalat di dalam masjid yang ada kuburan atau beberapa kuburan, shalatnya tidak sah. Saya bertanya tentang hal ini kepada Syaikh Bin Bazz. Sebenarnya saya tahu tentang ini dan juga para Thalabul Ilmi bahwa shalat di dalam masjid yang ada satu kuburan atau beberapa kuburan, shalatnya tidak sah. Maka saya tanyakan kepada Syaikh Bin Bazz, agar hadirin mendengar jawabannya. Saya katakan: Apa pendapat anda, syaikh, tentang masjid yang ada kuburan di dalamnya, apakah sah shalat di dalamnya? Beliau menjawab: Tidak! Saya katakan: Di dalamnya ada banyak kuburan? Beliau mengatakan: Terlebih lagi demikian! Saya katakan: Kuburannya bukan di kiblat masjid, tapi di sebelah kiri dan kanannya? Beliau menjawab: Demikian juga, tetap tidak sah. Saya katakan kepada beliau bahwa masjid induk atau markas induk tabligh di dalamnya ada beberapa kuburan? Maka beliau menjawab: Tetap shalatnya tidak sah!

Sangat disayangkan sekali, kelompok ini bergerak di dunia, tetapi beginilah keadaannya; tidak mengajak kepada tauhid, tidak membasmi syirik dan tidak membasmi jalan-jalan menuju kesyirikan. Mereka terus berjalan dengan melewati beberapa kurun dan generasi tetap dengan dakwah seperti ini. Tidak mau berbicara tentang tauhid, memerangi kesyirikan dan tidak membolehkan bagi para pengikutnya untuk melaksanakan kewajiban ini. Ini adalah suatu hal yang telah diketahui di kalangan mereka.

Maka kita meminta kepada mereka agar kembali kepada Allah dan mempelajari manhaj dakwah para nabi, mereka juga jama'ah yang lainnya.

Mengapa demikian wahai saudara-saudara? Karena kalau ada yang berdakwah mengajak kepada shalat, orang akan berkata: Silahkan! Tidak ada yang melarang, mereka tidak akan khawatir. Akan tetapi coba kalau mengatakan: Berdo'a kepada selain Allah adalah perbuatan syirik! Membangun kuburan haram hukumnya! Menyembelih untuk selain Allah adalah syirik! Maka mereka akan marah.

Ada seorang pemuda yang berkhuthbah di suatu masjid tentang persatuan, akhlak, perekonomian, dekadensi moral, dan yang lainnya. Orang-orang semuanya, masya Allah, berkumpul dan mendengarkannya. Kita katakan kepadanya: Ya akhi... jazakallahu khairan, khuthbah anda sangat baik, tetapi orang-orang yang ada di hadapanmu ini tidak mengenal tentang tauhid, mereka terjatuh dalam kesyirikan dan bid'ah, maka terangkan kepada mereka tentang manhaj dakwah para Nabi 'alaihimush shalatu was salam! Maka ketika dia mulai berbicara, merekapun mulai bersungguh-sungguh. Ketika dia terus berbicara, merekapun semakin jengkel. Maka ketika yang ketiga kalinya ada sekelompok orang yang ada di masjid bangkit dan memukulinya! Maka dia datang kepadaku sambil menangis. Dia berkata: Aku habis bertengkar dengan mereka, mereka memukuliku! Maka aku katakan kepadanya: Sekarang engkau telah berjalan di atas manhaj dakwah para Nabi. Kalau engkau tetapi seperti dulu bertahun-tahun, engkau tidak akan berselisih dengan seorangpun. Dari sinilah kelompok yang ada ini bergerak, mereka memerangi bagian ini. Nabi bersabda:

أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً الأَنْبِيَاء ثُمَّ اْلأّمْثَل فَاْلأَمْثَل

"Seberat-berat manusia diberi cobaan adalah para Nabi, kemudian yang selanjutnya dan kemudian yang selanjutnya."

Karena mereka menghadapi berbagai gangguan yang hanya Allah yang tahu tentang kerasnya gangguan itu ketika mereka berdakwah kepada tauhid dan membasmi kesyirikan. Dari sinilah para da'i yang mengajak kepada tauhid dan membasmi syirik malah disakiti. Kalau dakwah Ikhwan dan Tabligh disenangi manusia karena meremehkan sisi ini. Tapi kalau aku berkhuthbah di masjid seperti ini, sedikit sekali yang mau mendengarku dan menerima dakwahku, kecuali orang-orang yang dikehendaki Allah. Kalau aku berdakwah mengajak shalat, mereka akan berkata: silahkan. Tapi kalau aku berdakwah untuk bertauhid dan memerangi kesyirikan, semuanya akan lari dan merasa asing. Inilah dakwah para Nabi.
Inilah dasarnya mengapa mereka menjadi manusia yang paling banyak ganngguannya. Sekarang para salafiyyun, para da'i kepada tauhid keadaan mereka dikaburkan oleh manusia. Karena banyaknya fitnah, kebohongan-kebohongan dan tuduhan dusta yang ditujukan kepada mereka. Mengapa? Karena mereka mengajak untuk mentauhidkan Allah!

Kelompok ini tidak bisa masuk ke dalam lapangan ini, karena mereka takut kepada sisi ini. Tetapi mereka akan ditanya di hadapan Allah. Demi Allah, telah datang kepada kami seseorang atau segolongan Tabligh di Benares, di sebuah rumah yang saya tempati dengan syaikh Shalih Al Iraqi. Mereka berkata: Kami dengar kalian datang, kami sangat senang, maka kami datang mengunjungi kalian agar kalian ikut bersama kami berdakwah kepada Allah. Dan tempat kami adalah masjid ini. Maka kami juga gembira dan mendatangi masjid itu, ternyata masjid itu tempat tarikat Berelwian. Mereka adalah para penyembah berhala dan sangat keterlaluan dalam penyembahan itu.

Mereka meyakini bahwa para wali bisa mengetahui perkara yang ghaib dan mengatur alam. Mereka membolehkan untuk bernadzar, menyembelih, sujud dan ruku' kepada kuburan. Singkat kata: mereka adalah golongan penyembah berhala. Maka Syaikh Shalih pergi dan bersama kami ada seorang penerjemah, namanya Abdul Alim, sekarang dia ada di Rabithah Al Alam Islami. Kami bawa orang ini untuk menerjemahkan ucapan syaikh. Maka syaikhpun berbicara. Setiap selesai berbicara beliau melihat kepada penerjemah agar diterjemahkan. Maka penerjemahpun akan bergerak, maka ternyata pemimpin tabligh melihat dan berkata: Tungguh, saya yang akan menerjemahkan. Maka syaikh terus berbicara, tapi tidak ada seorangpun yang menerjemahkan. Hingga ceramahnya selesai. Ketika selesai acara itu dia mengucap salam dan malah pergi. Maka kami tetapi di situ menunggu terjemah. Dia berkata: Saya ada keperluan, biar orang ini yang menerjemahkan. Maka kami shalat Isya' sambil menunggu terjemahan ceramah itu, tapi tidak kunjung diterjemahkan. Maka saya temui lagi orang itu dan mengatakan: Ya akhi, kami datang ke tempat kalian ini bukan untuk main-main. Tapi kalian tadi meminta kepada kami untuk ikut serta bersama kalian berdakwah, maka kamipun datang menyambut ajakan kalian. Dan syaikh tadi telah berbicara. Ketika penerjemah akan menerjemah engkau malah melarangnya. Dan engkau menjanjikan akan menerjemahkannya, tapi engkau tidak lakukan sedikitpun. Maka dia berkata: Ya akhi, engkau tahu?! Masjid ini milik Khurafiyyin!! Kalau kita berbicara tentang tauhid, mereka akan mengusir kita dari masjid. Maka saya katakan: Ya akhi, apakah seperti ini dakwah para Nabi? Ya akhi, dakwah kalian sekarang menyebar di penjuru dunia. Kalian pergi ke Amerika, Iran dan Asia, kalian tidak dapati sedikitpun perlawanan selama-lamanya. Apakah seperti ini dakwah para Nabi? Semua manusia menerimanya dan menghormatinya? Dakwah para Nabi padanya ada pertempuran, darah, kesusahan-kesusahan dan lain-lain. Kalau engkau diusir dari suatu masjid, berdakwahlah di masjid lain atau di jalan-jalan atau di hotel-hotel. Katakan kalimat yang haq dan tinggalkan. Rasul saja diusir dari Mekkah karena sebab dakwah ini. Kemudian saya tanya sudah berapa lama dakwah ini berjalan? Dia berkata: Belum tiga puluh tahun. Saya katakan: Kalian telah menyebar di India, utara dan selatan. Dan engkau melihat fenomena kesyirikan di hadapanmu dan telah mati berjuta-juta orang. Sudah berapa juta orang yang mati selama itu dalam keadaan berada di atas kesesatan, kesyirikan dan bid'ah yang kalian sebarkan ini?! Dan engkau belum menerangkan hal itu kepada mereka! Apakah engkau tidak merasa kalau engkau akan ditanya di hadapan Allah karena engkau menyembunyikan kebenaran ini dan tidak menyampaikannya kepada para hamba Allah?! Diapun diam. Maka aku permisi dan keluar.

Mereka menyembunyikan kebenaran yang dinyatakan Al Qur`an. Dan mereka tidak menegakkan panji-panji tauhid dan tidak mau menyatakan peperangan kepada kesyirikan dan bid'ah. Mereka ini terkena ayat Allah:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاَّعِنُونَ

"Sesungguhnya orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkan kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati." (Al Baqarah: 159).


Apa yang mereka dapati kalau mereka telah menyembunyikan kebenaran yang paling nyata?! Dan hal yang paling besar yang bukti-bukti itu berdiri di atasnya?! Bukti-bukti yang paling besar adalah ayat-ayat tauhid. Dakwah yang paling besar yang dilakukan para nabi dan Al Qur`an adalah tauhid. Dan yang paling jelek dan bahaya adalah syirik dan bid'ah. Al Qur`an dan Sunnah telah memeranginya. Kemudian mereka malah setuju dan bersama kesyirikan, bid'ah, dan para pendukungnya sampai mati. Berapa banyak orang yang mati di bawah panji ini dalam keadaan tidak tahu kebenaran tauhid selama itu?! Dan dalam keadaan tidak bisa membedakan antara tauhid dengan syirik?!

Kalau mereka tidak dihisab karena menyembunyikan ayat tauhid, maka siapa lagi yang dihisab?

Kita berharap kepada Allah agar menjadi orang yang menolong agama ini dan menasehati kaum muslimin. Dan agar Allah menjauhkan kita dari sifat menipu dalam agama, karena membiarkan bid'ah dan syirik adalah penipuan yang paling besar. Tidak ada penipuan yang bisa menyaingi penipuan ini. Kalau menipu manusia dalam perdagangan saja Rasulullah berlepas tangan, maka bagaimana lagi kalau menipu dalam agama? Bagaimana engkau bisa diam terhadap kesyirikan dan bid'ah?! Engkau merusak aqidah kaum muslimin dan masyarakat mereka. Kemudian engkau mengatakan: Kita semua kaum muslimin, bersaudara dan engkau tidak menerangkan mana yang haq dan mana yang batil?! Kita memohon kepada Allah agar Dia menjaga kita dari penyakit ini." (Dari kaset Al Qaulul Baligh)


8. Syaikh Shalih bin Abdullah Al Abud hafidhahullah

Adapun tabligh... ketika Khilafah Utsmaniyyah runtuh bangkitlah firqah ini dengan pemikiran jama'ah ini, firqah tabligh. Dan mereka membuat dasar-dasar untuk para pengikutnya dengan nama "Ushulus Sittah" yang mereka dakwahkan manusia kepadanya. Dan di akhirnya mereka membai'at menurut empat macam tarekat sufi; Jistiyyah, Syahrawardiyyah, Naqsyabandiyah dan Matur... saya lupa yang keempat, yang jelas empat tarekat. Mereka dalam bidang aqidah adalah Maturidiyah atau Asy'ariyyah. Dan dalam pemahaman syahadat mereka, yaitu syahadat Laa Ilaaha Illallah dan Muhammad Rasulullah. Mereka tidak memahami maknanya kecuali bahwa: Tidak ada yang Kuasa untuk Mencipta dan Mengadakan serta Membuat kecuali Allah. Dan dalam memahami makna Muhammad Rasulullah, (mereka tidak memahaminya seperti yang kita fahami, yaitu membenarkan apa yang beliau sampaikan, mentaati apa yang beliau perintahkan, menjauhi apa yang beliau larang dan peringatkan dan Allah tidak diibadahi kecuali dengan apa yang beliau syariatkan). Pemahaman ini tidak ada di kalangan jama'ah tabligh, bahkan kadang-kadang mereka mengkultuskan individu-individu tertentu dan menyatakan mereka memiliki 'Ishmah (tidak akan salah). Dan sampai-sampai bila para syaikhnya mati, mereka bangun di atas kuburannya bangunan-bangunan dalam masjid. Tabligh adalah firqah, tanpa perlu diragukan lagi. Karena menyelisihi firqatun Najiyah. Mereka memiliki manhaj khusus. Yang tidak ikut ke dalamnya tidak dianggap sebagai orang yang mendapat hidayah. Tabligh membagi manusia menjadi: Muhtadi (orang yang mendapat hidayah) dan manusia yang masih diharapkan mendapat hidayah (tim penggembira saja –pent). Golongan Muhtadi adalah yang telah masuk keseluruhan dalam tandhim (keorganisasian) dan firqah mereka. Dan yang non Muhtadi, tidak termasuk golongan mereka walaupun dia imam kaum muslimin. Ini dalam pemahaman mereka.

Ikhwanul Muslimin juga demikian, yang termasuk tandhim mereka adalah Ikhwanul Muslimin dan yang tidak masuk, maka bukan Ikhwanul Muslimin walaupun orang itu adalah alim dalam Islam. Cukup sikap ta'ashshub ini menjadi dalil bahwa mereka telah mengeluarkan diri-diri mereka sendiri dari jama'ah kaum muslimin. Karena jama'ah kaum muslimin tidak menganggap bahwa hidayah hanya sampai kepada mereka saja. Dan manhaj mereka adalah manhaj yang paling luas, karena mereka tidak mencap setiap orang yang tidak sefaham dengan mereka sebagai orang kafir. Tapi mereka masih mengakui bahwa mereka adalah kaum muslimin dan mengharapkan agar dia mendapat hidayah. Meskipun orang itu mengkafirkan mereka, mereka tetap tidak membalasnya dengan mengkafirkannya pula. Maka manhaj Firqatun Najiyah adalah manhaj yang paling luas dalam hal ini. Wallahu A'lam.

(Semua fatwa ini diambil dari kaset Al Qaulul Baligh 'ala Dzammi Jama'atit Tabligh)


9. Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi'i hafidhahullah

Setelah membawakan pendirian beliau terhadap Ikhwanul Muslimin beliau berkata: "Adapun Jama'ah tabligh, silakan engkau membaca apa yang dituturkan syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Al Washshabi, ia berkata:

1. Mereka mengamalkan hadits-hadits dla'if (lemah) bahkan maudlu' (palsu) serta Laa Ashla Lahu (tidak ada asalnya).

2. Tauhid mereka penuh dengan bid'ah, bahkan dakwah mereka berdasarkan bid'ah. Karena dakwah mereka berdasarkan Al Faqra (kefakiran) yaitu khuruj (keluar). Dan ini diharuskan di setiap bulan 3 hari, setiap tahun 40 hari dan seumur hidup 4 bulan, dan setiap pekan 2 jaulah... jaulah pertama di Masjid yang didirikan shalat padanya dan yang kedua berpindah-pindah. Di setiap hari ada 2 halaqah, halaqah pertama di masjid yang didirikan shalat padanya, yang kedua di rumah. Mereka tidak senang kepada seseorang kecuali bila dia mengikuti mereka. Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah bid'ah dalam agama yang tidak diperbolehkan Allah Ta'ala.

3. Mereka berpendapat bahwa dakwah kepada tauhid akan memecah belah ummat saja.

4. Mereka berpendapat bahwa dakwah kepada sunnah juga memecah belah ummat.

5. Pemimpin mereka berkata dengan tegas bahwa: Bid'ah yang bisa mengumpulkan manusia lebih baik daripada sunnah yang memecah belah manusia.

6. Mereka menyuruh manusia untuk tidak menuntut ilmu yang bermanfaat secara isyarat atau terang-terangan.

7. Mereka berpendapat bahwa manusia tidak bisa selamat kecuali dengan cara mereka. Dan mereka membuat permisalan dengan perahu Nabi Nuh 'alaihis salam, siapa yang naik akan selamat dan siapa yang enggan akan hancur. Mereka berkata: "Sesungguhnya dakwah kita seperti perahu Nabi Nuh." Ini saya dengar dengan telinga saya sendiri di Urdun (Yordania –ed) dan Yaman.

8. Mereka tidak menaruh perhatian terhadap tauhid Uluhiyyah dan Asma` was Sifat.

9. Mereka tidak mau menuntut ilmu dan berpendapat bahwa waktu yang digunakan untuk itu hanya sia-sia belaka." (Dinukil dari kutaib Hadzihi Da'watuna wa 'Aqidatuna, Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadi'i hafidhahullah hal. 15-17)
Sumber: Buletin Islamy Al Manhaj edisi VI/1419 H/1998 M
http://darussalaf.or.id/stories.php?id=61

Sabtu, 20 Februari 2010

FATWA - FATWA ULAMA TENTANG BOM BUNUH DIRI

Fatwa Para Ulama Tentang Bom Bunuh Diri
Penulis: Ulama Saudi Arabia (Hai'ah Kibaril Ulama)

Segala puji hanyalah bagi Allah sendiri, semoga Shalawat dan Salam atas nabi terakhir Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam, keluarganya dan para shahabatnya.
Amma Ba'du,
Hai'ah Kibarul Ulama telah mengadakan pertemuan khusus pada hari Rabu, tanggal 13 Rabi'ul Awal 1424, yang pertemuan itu membahas mengenai ledakan di kota Riyadh yang terjadi pada hari Senin, tanggal 11 Rabi'ul Awwal, yang peristiwa itu mengakibatkan adanya korban terbunuh, penghancuran, teror dan kerusakan yang ditimbulkannya di masyarakat, baik itu dari kalangan Muslimin dan selainnya.


Sudah diketahui bahwa Syari'ah Islam telah datang untuk melindungi lima hal penting dan melarang untuk melanggar lima hal itu, lima hal itu adalah :
1. Agama,
2. Kehidupan,
3. Harta benda,
4. Kehormatan,
5. Akal budi

Muslimin dilarang untuk melanggar hal tersebut di atas terhadap orang-orang yang berhak dilindungi. Orang-orang tersebut mempunyai hak-hak yang dilindungi berdasar pada syari'ah Islam yakni :

Muslimin, adalah tidak diperbolehkan untuk melanggar hak setiap muslimin atau membunuhnya tanpa adanya sebab yang membolehkannya. Barangsiapa melakukannya, Maka ia telah melakukan dosa besar, bahkan merupakan salah satu dosa besar yang paling besar ! Dan Allah Ta'ala berfirman :

"Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya ialah jahannam, Kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya". (QS An Nisa 93)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

"Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani Israel, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, ataubukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruhnya". (QS Al Maidah 32)

Mujahid rahimahullah berkata,"Dosanya (artinya dosanya membunuh seseorang adalah sama beratnya dengan membunuh seluruh umat manusia), ini menunjukkan bahwa besarnya dosa membunuh seseorang tanpa alasan yang dibenarkan".

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada yang berhak untuk disembah selain Allah dan bahwa aku adalah Rasulullah adalah tidak diperkenankan (untuk ditumpahkan darahnya) kecuali berdasarkan pada tiga hal, (1) balasan karena telah membunuh seseorang (qishash, red), (2) menghukum pezina (rajam, red), (3) seseorang yang meninggalkan agamanya (murtad, red), meninggalkan dari al Jama'ah" (Bukhari dan Muslim, dan ini adalah lafadznya Al Bukhari)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan jika mereka melakukan hal tersebut, maka darah mereka dan hartanya adalah dilindungi dariku, kecuali dikarenakan hak Islam atasnya, dengan sebab itu mereka bersama Allah" (Muttafaq 'alaih, dari Ibnu'Umar radhiyallahu 'anhu)

Dan dalam Sunan An Nasa'i, dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Runtuhnya dunia adalah lebih baik di hadapan Allah, daripada membunuh seorang muslim" .

Pada suatu hari Ibnu Umar melihat ke Ka'bah dan berkata (ditujukan pada Ka'bah),"Begitu besarnya kamu, dan begitu besarnya kesucianmu, tapi orang-orang yang beriman itu lebih besar kesuciannya di hadapan Allah dibanding kamu" (Artinya Al Haram itu dilindungi dan aman dari peperangan dan pertumpahan darah, tapi orang-orang yang beriman itu lebih dilindungi dan diamankan dari mengalirnya darah mereka)

Dan nash-nash itu dan yang lainnya menunjukkan tentang kenyataan yang sangat besar bilainya yaitu tentang kesucian darah muslimin, dan dilarang untuk membunuh muslim tanpa adanya alasan yang membenarkannya dari Syari'ah, maka tidak diperbolehkan untuk melanggar setiap muslim tanpa ada alasan (yang dibenarkan Syariat, red).

Usamah bin Zaid berkata "Rasulullah mengutus kita ke Al Huruqa, dan pada pagi harinya kami menyerang mereka dan mengalahkan mereka. Aku dan seseorang dari kalangan Anshar mengikuti salah seorang dari mereka dan ketika kami akan menangkapnya, dia berkata:'La Ilaha Ilallah'.

Demi mendengar hal ini orang dari Anshar itu menahan diri, tapi aku membunuhnya dengan menebasnya dengan pedangku. Ketika kami kembali, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang untuk menanyakan hal tersebut dan kemudian berkata,'Wahai Usamah apakah kamu membunuhnya setelah dia berkata 'La Ilaha Ilallah'? Aku (Usamah) berkata,'Tapi dia berkata itu karena dia ingin dirinya selamat'. Beliau mengulang-ngulang pertanyaan ini berkali-kali sampai aku merasa bahwa aku belum pernah masuk Islam sebelumnya"(Muttafaq 'Alaih, dan lafadznya dari Al Bukhari)

Hal ini menunjukkan, dan mengindikasikan dengan sangat jelas, tentang ketinggian nilai dari kehidupan. Riwayat ini menceritakan seorang musyrikin yang ikut berperang dengan kaumnya, dan mereka berjihad melawan kaum musyrikin, dan ketika mereka (Usamah bin Zaid dan seorang dari Anshar) hendak menangkapnya, dia berkata dengan (ungkapan) Tauhid, tapi Usamah bin Zaid membunuhnya, dan menyatakan bahwa apa yang dia katakan itu hanyalah dalam rangka untuk melindungi dari kematiannya, namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menerima pernyataan dan penjelasan Usamah tentang kondisi sebenarnya. Ini merupakan sesuatu hal yang sangat besar, yang menunjukkan sucinya darah kaum muslimin dan dosa besar bagi siapa saja yang melakukan pembunuhan terhadap kaum muslimin.

Selain dari darah kaum muslimin, maka harta bendanya pun juga dilindungi. Berdasarkan pada sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,"Darahmu dan hartamu adalah suci dari orang lain, seperti sucinya harimu ini, dan sucinya kota kalian (Mekkah), dan bulanmu" (Diriwayatkan oleh Muslim, dan ini adalah merupakan dari khutbah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada saat hari Arafah, Al Bukhari dan meriwayatkan yang semisalnya pada bab Yaumun Nahr)

Dari sini, maka larangan dari membunuh nyawa yang telah dilindungi tanpa alasan yang diperbolehkan telah jelas.
Dari orang-orang yang hidup yang dilindungi selain Muslim adalah:
1. Mereka (non muslim) yang mengadakan perjanjian,
2. Dzimmi,
3. Mereka (non muslim) yang mencari perlindungan dari kaum muslimin.

Dari 'Abdullah bin 'Amr bin Al 'Ash radhiyallahu 'anhuma, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,"Barangsiapa yang membunuh seseorang yang telah mempunyai perjanjian dengan kaum muslimin, maka dia tidak akan mencium bau surga, walaupun baunya itu tercium dari jarak 40 tahun" (Riwayat Al Bukhari)
Dan terhadap siapa saja yang Waliyul 'Amr telah membolehkannya masuk ke wilayahnya dengan perjanjian dan menjanjikan jaminan keamanan baginya, maka hidupnya dan hartanya adalah dilindungi, tidak dibolehkan untuk mengganggunya, dan barangsiapa membunuhnya maka dia adalah sesuai dengan apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Dia tidak akan mencium bau surga". Dan hal ini adalah merupakan peringatan keras terhadap siapa saja yang melawan mereka yang telah mengadakan perjanjian.

Dan telah diketahui bahwa pelindung kaum muslimin adalah satu kesatuan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Darah kaum mukminin adalah satu, dan ada beberapa orang dari mereka yang melindungi keamanan mereka".

Ketika Ummu Hani' memberikan perlindungan pada seorang musyrikin pada tahun penaklukan (Fathu Makkah), maka Ali bin Abi Tahlib ingin membunuhnya, lalu Ummu Hani' pergi ke Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan memberitahukan tentang hal tersebut, maka Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam berkata,"Kami memberikan perlindungan terhadap siapa saja yang kau memberikan perlindungan padanya, wahai Ummu Hani'" (Riwayat Al Bukhari dan Muslim)

Maksudnya disini adalah bahwa seseorang yang masuk ke suatu daerah (muslim) dengan berdasarkan pada perjanjian untuk mendapatkan jaminan keamanannya, atau seseorang yang telah diberikan janji oleh seseorang yang memegang kekuasaan berdasarkan pada adanya maslahah yang dia (pemegang kuasa) lihat dari orang itu, maka tidak diperbolehkan untuk melanggar dan tidak boleh untuk mengganggu hidup dan hartanya.

Dan setelah menjelaskan tentang hal ini dengan sejelas-jelasnya, maka apa yang terjadi yaitu peristiwa pemboman (bom bunuh diri) di kota Riyadh adalah sesuatu yang dilarang, yang dinul Islam tidak menyetujui hal tersebut, dan hal ini adalah haram berdasarkan pada beberapa hal :

1. Kegiatan ini merupakan pelanggaran terhadap sucinya wilayah muslimin dan hal ini dapat menakut-nakuti siapa saja yang dilindungi dan keamanan didalamnya
2. Kegiatan ini mengandung sifat membunuh orang-orang yang hidup, yang syari'ah Islam melindunginya
3. Kegiatan ini mengakibatkan kerusakan di bumi
4. Kegiatan ini mengandung unsur perusakan harta benda dan apa-apa yang dimiliki, sementara hal itu dilindungi

Dan Hai'ah Kibarul Ulama menjelaskan hal ini dalam rangka memberi peringatan kepada kaum muslimin supaya tidak melakukan penghancuran terhadap hal-hal yang dilarang untuk dihancurkan, dan dalam rangka memberi peringatan kepada kaum muslimin dari usaha-usaha syaithan, yang dia tidak akan pernah berhenti untuk mengganggu hamba Allah sampai dia masuk kepada hal-hal yang merusak, dengan melalui cara-cara yang ekstrim, melampaui batas dalam beramgama, atau tidak senang pada agama, dan menentang aturan agama dan sebaik-baik untuk meminta perindungan adalah Allah. Dan Syaithan tidak akan memperdulikan pada cara apapun selama dia dia (syaithan) dapat menang terhadap hamba Allah, sebab dengan jalan-jalan itu, yaitu ekstrem dan tidak senang pada agama adalah merupakan jalannya syaithan yang dapat membuat seseorang jatuh ke dalam murka dan hukuman dari Ar Rahman (Allah).

Dan apa-apa yang telah dilakukan oleh mereka yang melakukan perbuatan (bom bunuh diri) ini, adalah merupakan usaha membunuh diri-diri mereka sendiri dengan meledakkan diri mereka sendiri, yang perbuatannya itu akan menyebabkan dia secara umum masuk pada sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salllam, "Barangsiapa membunuh dirinya sendiri di dunia dengan cara apapun, maka Allah akan menghukum dia dengan hal yang sama (yang dia lakukan yang menyebabkan dia terbunuh) di hari kiamat" (Diriwayatkan oleh Abu 'Awanah dalam Mustakhraj-nya, dari Tsabit bin Ad Dhahak radhiyallahu 'anhu)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Dia yang melakukan bunuh diri dengan menikam dirinya dengan besi (pedang) yang ada ditangannya, maka dia akan ditikam dengan pedang dengan pedang itu pada tubuhnya di neraka, dan dia tetap didalamnya (di neraka) selamanya. Dan barangsiapa yang mengambil racun dan membunuh diri dengannya, maka dia akan meminum racun itu di neraka, dan dia tetap berada didalamnya (di neraka) selamanya. Dan barangsiapa melemparkan dirinya dari atas gunung dan membunuh dirinya dengannya, maka dia akan jatuh di dalam neraka, dan dia tetap didalamnya (di neraka) selamanya" (Riwayat Al Bukhari)

Maka ketahuilah, bahwa musuh-musuhmu, dari setiap sisi, telah membentuk umat Islam demi kekuasaan mereka. Mereka bergembira dengan semua cara-cara yang dapat membenarkannya pada kekuasaan mereka, di atas umat Islam. Padahal hal itu untuk membenarkan mereka dalam menghina umat Islam, dan mengambil keuntungan dari sumber penghasilan dan kekayaan umat Islam. Maka barangsiapa mendukung mereka dalam mencapai tujuannya itu, dan membukakan untuk mereka jalan kepada kaum muslimin dan wilayahnya, maka dia telah mendukungnya dalam rangka membawa kesusahan di atas kaum muslimin dan dalam rangka menguasai wilayahnya. Ini merupakan perbuatan kesewenang-wenangan yang amat besar.

Maka wajib untuk mendasarkan diri pada ilmu yang didasari oleh Al Qur'an dan As Sunnah dengan mengikuti pemahaman Salaful Ummah, yang hal ini dapat ditemukan di sekolah-sekolah, univeristas-universitas, masjid-masjid dan media informasi lainnya. Seperti juga wajib untuk mendasarkan diri pada 'amar ma'ruf nahi munkar dan saling memberikan nasehat satu sama lain di atas al haq. Hal ini sangat diperlukan, bahkan sangat diperlukan, dan mendakwahkan hal ini pada saat ini lebih diperlukan daripada pada waktu-waktu yang telah lampau. Dan sudah seharusnya para pemuda-pemuda Islam untuk selalu mendasarkan pada pendapat-pendapat yang baik yang berasal dari ulama mereka dan mengambilnya dari mereka, maka mereka akan tahu siapa musuh agama mereka sebenarnya, yang mereka-mereka (musuh agama) itu berusaha keras dalam mencaci maki para pemuda dan Ulama serta penguasa. Sebab dengan hal itu mereka ingin agar kekuatan para pemuda itu lemah dan akhirnya mereka dapat mengambil kendali pada diri-diri para pemuda dengan sangat muda. Oleh karena itu, wajib untuk berhati-hati dari hal itu.

Semoga Allah melindungi setiap orang dari usaha-usaha musuh, dan supaya kaum muslimin takut pada Allah baik secara lahir dan batin, dan selalu beramal shalih, serta benar-benar bertaubat dari segala dosa. Tak ada malapetaka yang akan turun kecuali karena dosa, dan tak ada malapetaka akan dimunculkan kecuali dengan bertaubat. Kami meminta kepada Allah untuk mengembalikan keadaan kaum muslimin, dan menjauhkan wilayah kaum muslimin dari setiap kejahatan dan hal-hal yang tidak disukai. Sholawat dan salam atas Nabi Muhammad, keluarganya dan para shahabatnya.

Hai'ah Kibarul Ulama (Majelis Ulama Senior)

Diketuai oleh ‘Abdul-Azeez bin Abdullaah bin Muhammad Aal ash-Shaykh

Anggota :
Salih bin Muhammad al-Lahaidaan
Abdullah bin Sulaiman al-Muni’
Abdullah bin Abdurahman al-Ghudayan
Dr. Salih bin Saalih al-Fauzaan
Hasan bin Ja’far al-’Atami
Muhammad bin Abdullah as-Subayyil
Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim Alus-Syaikh
Muhammad bin Sulaiman al-Badr
Dr. Abdullah bin Muhsin al-Turki
Muhammad bin Zaid as-Sulaiman
Dr. Bakr bin Abdullaah Abu Zaid (tidak hadir karena sakit)
Dr. Abdul-Wahhab bin Ibrahim as-Sulaiman (tidak hadir)
Dr. Salih bin Abdullah al-Humaid
Dr. Ahmad bin Sair al-Mubaraki
Dr. Abdullaah bin ‘Ali ar-Rukban
Dr. Abdullaah bin Muhammad al-Mutlaq

Diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Abul-'Abbaas dan Abu 'Iyaad (UK),
URL asal http://www.fatwa-online.com/news/0030518.htm.

Selasa, 16 Februari 2010

ADA APA DIBALIK ISBAL?

Ada apa di balik ISBAL ?! (pakaian yg panjang sampai di bawah mata kaki)

Oleh: Abu Abdillah ad-Dariny

الحمد لله وكفى, والصلاة والسلام على رسوله المصطفى, وعلى آله وصحبه ومن اهتدى, أمابعد

1. عن أبي ذر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم. قال فقرأها رسول الله صلى الله عليه وسلم ثلاث مرارا. قال أبو ذر: خابوا وخسروا من هم يا رسول الله؟ قال: المسبل والمنان والمنفق سلعته بالحلف الكاذب (رواه مسلم)

Dari Abu Dzar, dari Nabi -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Ada tiga golongan, -yang pada hari kiamat nanti- Alloh tidak bicara dengan mereka, tidak melihat mereka, tidak membersihkan (dosa) mereka dan bagi mereka siksa yang pedih”. Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- mengulangi sabdanya itu tiga kali. Abu dzar mengatakan: “Sungguh celaka dan merugilah mereka! wahai Rasulullah, siapakah mereka?”. Beliau menjawab: “Orang yang isbal (dengan rasa sombong), orang yang mengungkit-ngungkit pemberiannya dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu”. (HR. Muslim)

2. عن محمد بن عقيل سمعت ابن عمر يقول: كساني رسول الله صلى الله عليه وسلم قبطية، وكسا أسامة حلة سيراء. قال: فنظر فرآني قد أسبلت فجاء فأخذ بمنكبي, وقال: يا ابن عمر! كل شيء مس الأرض من الثياب ففي النار. قال: فرأيت ابن عمر يتزر إلى نصف الساق (رواه أحمد وقال الأرناؤوط: صحيح لغيره وهذا إسناد حسن)

Dari muhammad bin ‘aqil aku mendengar ibnu umar bercerita: Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- pernah memberiku baju qibtiyah[1] dan memberikan kepada usamah baju hullah siyaro[2]. Ibnu Umar mengatakan: ketika Nabi -shollallohu alaihi wasallam- melihatku isbal beliau datang dan memegang pundakku seraya berkata: “Wahai Ibnu Umar! semua pakaian yang menyentuh tanah, (nantinya) di neraka”. Ibnu Aqil berkata: “Dan (setelah itu) aku melihat Ibnu Umar selalu memakai sarungnya hingga pertengahan betis” (HR. Ahmad. al-Arnauth mengatakan: Derajat haditsnya shohih lighoirihi, sedang sanad ini hasan)

3. عن عبد الرحمن بن يعقوب قال: سألت أبا سعيد الخدري عن الإزار, فقال: على الخبير سقطت! قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إزرة المسلم إلى نصف الساق ولا حرج أو لا جناح فيما بينه وبين الكعبين, ما كان أسفل من الكعبين فهو في النار, من جر إزاره بطرا لم ينظر الله إليه. (رواه أبو داود وقال الألباني صحيح)

Dari Abdur Rahman bin Ya’qub berkata: aku pernah bertanya kepada Abu Sa’id al-Khudri tentang sarung, maka dia menjawab: “Kamu menepati orang yang tahu betul masalah ini! Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- pernah bersabda: ‘Sarung seorang muslim adalah sebatas pertengahan betis, dan tidak mengapa sarung yang berada antara batas tersebut hingga mata kaki. Adapun yang lebih rendah dari mata kaki, ia di neraka. Dan barangsiapa yang menyeret sarungnya karena takabur, maka Allah tidak akan mau melihat kepadanya (pada hari kiamat nanti)”. (HR. Abu Dawud, dan Albany mengatakan: shohih)

4. عن عبد الله بن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: الإسبال في الإزار والقميص والعمامة, من جر منها شيئا خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة. (رواه أبو داود وغيره وقال الألباني صحيح)

Dari Abdullah bin Umar dari Nabi -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Isbal bisa terdapat pada sarung, baju ataupun sorban. Barangsiapa menyeret salah satu darinya karena sombong, maka pada hari kiamat nanti, Allah tidak akan mau melihat kepadanya” (HR. Abu Dawud dan yang lainnya. Albany mengatakan: Hadits ini shohih)

5. عن المغيرة بن شعبة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يا سفيان بن سهل! لا تسبل, فإن الله لا يحب المسبلين! (رواه ابن ماجه وصححه الألباني)

Dari Mughiroh bin Syu’bah berkata: Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Wahai Sufyan bin Sahl, janganlah kamu isbal! Karena sesungguhnya Allah tidak suka terhadap mereka yang isbal” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Albany)

6. عن أبي جري جابر بن سليم الهجيمي قال له رسول الله صلى الله عليه وسلم: ارفع إزارك إلى نصف الساق, فإن أبيت فإلى الكعبين. وإياك وإسبال الإزار, فإنها من المخيلة, وإن الله لا يحب المخيلة. (رواه أبو داود وغيره وصححه الألباني)

Dari Abu Jari, Jabir bin Sulaim al-Hujaimy: Bahwa Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- menasehatinya: “Angkatlah sarungmu sampai tengah betis! Tapi jika kau tidak berkenan, maka hingga batas mata kaki. Dan jangan sekali-kali meng-isbal-kan sarungmu! Karena isbal adalah termasuk perbuatan sombong, dan Allah tidak menyukai perbuatan sombong. (HR. Abu Dawud dan yang lainnya, dishohihkan oleh Albany)

7. عن جبير بن مطعم : أنه كان جالسا مع ابن عمر, إذا مر فتى شاب عليه حلة صنعانية يجرها مسبل قال : يا فتى هلم! قال له الفتى : ما حاجتك يا أبا عبد الرحمن؟ قال : ويحك أتحب أن ينظر الله إليك يوم القيامة؟ قال: سبحان الله وما يمنعني أن لا أحب ذلك؟ قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : لا ينظر الله إلى عبد يوم القيامة يجر إزاره خيلاء. قال : فلم ير ذلك الشاب إلا مشمّرا حتى مات بعد ذلك اليوم. (قال الألباني: رواه البيهقي بسند صحيح)

Jubair bin Muth’im mengisahkan: Dia pernah duduk bersama Ibnu Umar. Ketika ada seorang pemuda yang musbil berjalan dengan baju hullah shon’aniyah yang diseret, Ibnu Umar berkata: “Wahai pemuda, kemarilah!” Pemuda tersebut menimpali: “Apa yang engkau inginkan, wahai Abu Abdirrohman (panggilan kesayangan Ibnu Umar)?” (Ibnu Umar) menjawab: “Celakalah kamu! Tidak senangkah kau seandainya Allah melihat padamu di hari kiamat nanti?” Pemuda itu menimpali: “Subhanallah, adakah yang menghalangiku hingga aku tidak menyenanginya?!” Ibnu Umar berkata: Aku telah mendengar Rosulullah -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Pada hari kiamat nanti, Allah tidak akan melihat kepada hamba yang menyeret sarungnya karena sombong”. Jubair bin Muth’im mengatakan: “Setelah hari itu, pemuda tersebut tidak pernah terlihat, kecuali ia mengangkat pakaiannya hingga pertengahan betis, sampai meninggalnya”. (Albany mengatakan: Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang shahih)

8. عن عمرو بن فلان الأنصاري قال : بينا هو يمشي وقد أسبل إزاره إذ لحقه رسول الله صلى الله عليه وسلم وقد أخذ بناصية نفسه وهو يقول : ” اللهم عبدك وابن عبدك ابن أمتك ” قال عمرو : فقلت : يا رسول الله إني رجل حمش (دقيق) الساقين فقال : ” يا عمرو إن الله عز و جل قد أحسن كل شيء خلقه يا عمرو ” وضرب رسول الله صلى الله عليه و سلم بأربع أصابع من كفه اليمنى تحت ركبة عمرو فقال : ” يا عمرو هذا موضع الإزار ” . ثم رفعها ثم ضرب بأربع أصابع تحت الموضع الأول ثم قال : ” يا عمرو هذا موضع الإزار ” . ثم رفعها ثم وضعها تحت الثانية فقال : ” يا عمرو هذا موضع الإزار ” (رواه أحمد وصححه الألباني والأرناؤوط)

Amr bin Fulan al-Anshory mengisahkan dirinya: Ketika ia berjalan dengan meng-isbal-kan sarungnya, tiba-tiba Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- menghampirinya, dan beliau telah meletakkan tanganya pada permulaan kepala beliau seraya berkata: “Ya allah (lihatlah) hambamu, putra hamba laki-lakiMu dan putra hamba perempuanMu!”. ‘Amr beralasan: “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku seorang yang betisnya kurus kering”. Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- menimpali: “Wahai ‘Amr, sesungguhnya Allah ta’ala telah menjadikan baik seluruh ciptaan-Nya!

Maka Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- meletakkan empat jari dari telapak kanannya tepat di bawah lututnya ‘Amr, seraya berkata: “Wahai ‘Amr inilah tempatnya sarung”

Kemudian beliau mengangkat empat jarinya, dan meletakkannya kembali di bawah tempat yang pertama, seraya berkata: “Wahai ‘Amr inilah tempatnya sarung”

Kemudian beliau mengangkat empat jarinya lagi, dan meletakkannya kembali di bawah tempat yang kedua, seraya berkata: “Wahai ‘Amr inilah tempatnya sarung” (HR. Ahmad. Dishohihkan oleh Albany dan al-Arnauth)

9. عن حذيفة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : موضع الإزار إلى أنصاف الساقين و العضلة ، فإذا أبيت فمن وراء الساقين ، و لا حق للكعبين في الإزار. (رواه أحمد والنسائي وصححه الألباني)

Hudzaifah berkata, Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Tempat sarung adalah sampai pertengahan dua betis dan pada tonjolan dagingnya, tetapi jika kamu tidak menghendakinya maka (boleh) di bawah dua betis, dan tidak ada hak bagi mata kaki (tertutupi) sarung. (HR. Ahmad dan Nasa’i, dishohihkan oleh Albany­)

10. عن زيد بن أسلم: كان ابن عمر يحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم رآه وعليه إزار يتقعقع يعني جديدا, فقال: من هذا؟ فقلت: أنا عبد الله. فقال: إن كنت عبد الله فارفع إزارك! قال: فرفعته. قال: زد! قال: فرفعته حتى بلغ نصف الساق. قال: ثم التفت إلى أبي بكر فقال: من جر ثوبه من الخيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة. فقال أبو بكر: إنه يسترخي [أحد شقي] إزاري أحيانا [إلا أن أتعاهد ذلك منه]. فقال النبي صلى الله عليه وسلم: لست منهم (رواه أحمد والبخاري)

Zaid bin Aslam mengatakan, Ibnu Umar pernah bercerita: Suatu ketika Nabi -shollallohu alaihi wasallam- melihatnya sedang memakai sarung baru. Beliau bertanya: “Siapakah ini?” Aku menjawab: “Aku Abdullah (Ibnu Umar)”. Kemudian Nabi -shollallohu alaihi wasallam- berkata: ”Jika benar kamu Abdullah, maka angkatlah sarungmu!”. (Ibnu Umar) mengatakan: “Aku pun langsung mengangkatnya”. (Nabi) berkata lagi: “Tambah (angkat lagi)!” (Ibnu Umar) mengatakan: “Maka aku pun mengangkatnya hingga sampai pertengahan betis”. Kemudian Nabi -shollallohu alaihi wasallam- menoleh ke Abu Bakar, seraya mengatakan: “Barangsiapa menyeret pakaiannya karena sombong, maka pada hari kiamat nanti Allah tidak akan melihat kepadanya ”. Mendengar hal itu, Abu Bakar bertanya: “Sungguh salah satu dari sisi sarungku terkadang terjulur, akan tetapi aku selalu menjaganya agar ia tak terjulur”. Maka Nabi -shollallohu alaihi wasallam- menimpali: “Kamu bukanlah termasuk dari mereka” (HR. Ahmad dan Bukhari)

BANYAK SEKALI PELAJARAN YANG DAPAT KITA PETIK DARI HADITS-HADITS INI, diantaranya:

1. Hadits-hadits di atas, jelas sekali menggambarkan larangan keras bagi mereka yang ber-isbal. Terlebih-lebih bagi mereka yang telah mengetahui adanya larangan dalam hal ini, tapi masih saja melanggarnya… Semoga ilmu kita menjadi hujjah untuk kita, bukan malah menjadi bumerang bagi kita.

2. Kita perhatikan, hadits tentang larangan isbal ini diriwayatkan dari banyak sahabat Nabi, diantaranya adalah yang kami sebutkan di atas (tujuh sahabat): Ibnu Umar, Abu Dzar, Abu Sa’id al-Khudry, al-Mughiroh bin Syu’bah, Jabir bin Sulaim al-Hujaimy, ‘Amr bin Fulan al-Anshori dan Khudzaifah -rodhiallahu ‘anhum ajma’in-. Ini menunjukkan betapa besar perhatian Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- dalam masalah ini dan betapa bahayanya perbuatan isbal ini.

3. Dari hadits-hadits di atas terkumpul banyak ancaman hukuman bagi mereka yang isbal, padahal satu saja dari ancaman hukuman itu, sebenarnya telah cukup untuk mencegah insan yang beriman (akan kepedihan siksa-Nya) agar tidak terjerumus dalam perbuatan isbal ini. Diantara ancaman-ancaman hukuman tersebut adalah:

a. Allah tidak mengajak bicara dengannya pada hari kiamat. (lihat hadits pertama)

b. Allah tidak melihatnya pada hari kiamat. (lihat hadits pertama)

c. Allah tidak membersihkan (dosa)nya pada hari kiamat. (lihat hadits pertama)

d. Baginya siksa yang pedih dari Allah dzat yang paling pedih siksanya. (lihat hadits pertama)

e. Sesungguhnya Allah tidak suka terhadap orang yang musbil. (lihat hadits ke-5)

f. Sesungguhnya Allah tidak suka terhadap perbuatan menyombongkan diri. (lihat hadits 6)

g. Semakin bertambah panjang isbalnya semakin bertambah pula dosanya. (lihat hadits ke-3)

4. Perbuatan isbal tidak hanya terbatas pada sarung, tetapi juga berlaku pada segala jenis pakaian, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- (lihat hadits ke-4).

Sedangkan penyebutan kata “sarung” dalam banyak lafal hadits, itu disebabkan karena sarung merupakan pakaian yang umum dipakai orang pada masa itu, sebagaimana dijelaskan oleh amirul mukminin fil hadits Ibnu Hajar al-‘asqolany dan yang lainnya (lihat Fathul Bari, jilid 13, hal 264, syarah hadits no: 5791).

5. Dapat disimpulkan bahwa sarung (atau pakaian lainnya) memiliki 4 tempat:

a. Tepat di pertengahan betis. Inilah tempat paling baik, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam-. (lihat hadits 3, 6, 8, 9)

b. Di bawah pertengahan betis hingga mata kaki. Ini merupakan tempat diperbolehkannya kita menjulurkan sarung, sebagaimana sabda Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- pada hadits ke-3: (ولا حرج أو لا جناح فيما بينه وبين الكعبين)

c. Berada tepat di mata kaki. Mulai batas ini kita dilarang menjulurkan sarung kita, sebagaimana sabda Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- pada hadits ke-9: (لاحق للكعبين في الإزار)

d. Di bawah mata kaki. Tidak diragukan lagi tempat yang terakhir ini adalah tempat paling jelas hukumnya, semakin bertambah juluran isbalnya semakin bertambah pula dosanya.

6. Letak pertengahan betis adalah sebagaimana diterangkan oleh Rasul -shollallohu alaihi wasallam- pada hadits ke-8, yaitu kira-kira empat jari di bawah lutut.

7. Orang yang musbil (sebagaimana kita pahami dari hadits ke-3) terbagi menjadi dua:

a. Orang yang musbil disertai dengan rasa sombong. Para ulama mengatakan bahwa isbal yang disertai rasa sombong adalah termasuk dosa besar, karena adanya ancaman hukuman khusus bagi mereka, sebagaimana sabda Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- pada hadits ke-7: (لا ينظر الله إلى عبد يوم القيامة يجر إزاره خيلاء)

b. Orang yang musbil tapi tanpa rasa sombong dalam hatinya. Orang yang keadaannya seperti ini juga mendapat ancaman hukuman (meskipun tidak termasuk dosa besar) karena ia masuk dalam sabda Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- pada hadits ke-3: (ما كان أسفل من الكعبين فهو في النار) Intinya kedua kelompok ini tidak lepas dari ancaman hukuman yang tidak ringan. Siapakah dari kita yang tidak ingin dirinya selamat dari ancaman siksaan Allah yang maha pedih siksanya?

8. Terdapat keterkaitan yang sangat erat antara isbal dengan rasa sombong, sebagaimana sabda Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- pada hadits ke-6: (وإياك وإسبال الإزار, فإنها من المخيلة, وإن الله لا يحب المخيلة)… Renungkanlah sabda beliau ini: “Karena sesungguhnya isbal adalah termasuk perbuatan sombong”, semoga Allah melapangkan hati kita, sehingga mudah menerima qoulul haq ini.

9. Bentuk betis yang kurang menarik menurut persepsi kita, bukanlah alasan untuk melanggar larangan isbal ini, sebagaimana kisah ‘Amr bin Fulan (lihat hadits ke-8).

*** Sebagian orang membolehkan isbal dengan alasan bahwa larangan tersebut adalah khusus bagi mereka yang sombong? Kita bisa sanggah dengan beberapa jawaban:

Dari sisi nash hadits: coba renungkan sabda rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- pada hadits ke-3: (ما كان أسفل من الكعبين فهو في النار، من جر إزاره بطرا لم ينظر الله إليه) “Apa yang lebih rendah dari mata kaki maka ia di neraka. (sedang) barangsiapa yang menyeret sarungnya karena takabur maka Allah tidak melihat kepadanya (pada hari kiamat)”. Dalam hadits ini Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- membedakan dua perbuatan yang berbeda dengan dua ancaman hukuman yang berbeda pula.

Pelanggaran / Hukuman
Isbal dengan tanpa rasa sombong / Ancaman neraka
Isbal dengan disertai rasa sombong / Tidak dilihat Alloh pada hari kiamat, tidak dibersihkan dari dosanya, dan siksa yang pedih baginya


Jadi, tidak bisa kita katakan bahwa ancaman itu khusus bagi mereka yang isbal dengan rasa sombong.

Coba renungkan uraian berikut ini…!

Jika ada bapak mengatakan pada anaknya: “Janganlah sekali-kali kamu merokok! Kalau kamu ketahuan merokok, maka hukumannya adalah tidak kuberi uang jajan selama seminggu… Apalagi kalau kamu ketahuan merokok sambil mejeng di mall, maka hukumannya adalah ku usir dari rumah ini!

Apa yang kita pahami dari larangan bapak ini, bolehkah kita mengatakan bahwa hukuman merokok tersebut hanya berlaku saat si anak mejeng di mall saja? Tentunya tidak!

Kami yakin, semua orang paham, bahwa bapak ini menginginkan dua hukuman yang berbeda untuk dua pelanggaran yang berbeda pula.

Pelanggaran / Hukuman
Merokok di tempat selain mall / Stop uang jajan selama seminggu
Merokok di mall / Diusir dari rumah

Maka terapkanlah pemahaman ini pada hadits-hadits tersebut di atas karena tidak ada perbedaan antara keduanya.

Dari uraian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa:

* Bagi mereka yang isbal dengan tanpa rasa sombong maka hukumanya adalah neraka.
* Sedang bagi mereka yang isbal dengan rasa sombong maka hukumanya adalah Alloh tidak bicara dengan mereka pada hari kiamat, tidak melihat mereka, tidak membersihkan dosa mereka dan siksa yang pedih untuk mereka, sebagaimana tertera pada hadits pertama.

Dari sisi logika: ketika Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- mengingkari perbuatan sebagian sahabatnya yang isbal.

a. Seandainya perbuatan itu diperbolehkan oleh Islam tentu saja Rasul -shollallohu alaihi wasallam- tidak mengingkarinya.

b. Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- langsung mengingkari perbuatan isbal tersebut, tanpa menanyakan dulu kepada sahabat yang diingkarinya, apakah ada rasa sombong dalam hatinya atau tidak? Ini menunjukkan bahwa ada dan tidaknya rasa sombong ketika isbal, tidak berpengaruh pada ke-haram-an perbuatan isbal tersebut.

c. Pantaskah kita su’udh dhon kepada para sahabat yang diingkari Rasul -shollallohu alaihi wasallam- ketika isbal, seperti ibnu umar, sufyan bin suhail dan ‘amr bin fulan, dengan mengatakan bahwa mereka semua pada saat itu melakukan isbal dengan rasa sombong! Sedang di sisi lain kita husnudh dhon kepada orang-orang zaman sekarang yang isbal ria, dengan kita katakan tidak ada kesombongan dalam hati mereka??? Wallahul musta’an.

*** Sebagian orang melegalkan isbal dengan menyamakan (baca: mensejajarkan) dirinya dengan Abu Bakar, yang sarungnya terjulur tanpa ada keinginan dari beliau sendiri.

Kita bisa sanggah ucapan ini, dengan beberapa jawaban:

1. Perbuatan beliau ini bukanlah karena keinginan beliau untuk ber-isbal. Para ulama telah menjelaskan, bahwa sebabnya adalah karena terlalu rampingnya badan beliau, hingga ikatan sarungnya selalu kendur ketika digunakan untuk berjalan atau kerja yang lainnya.

2. Juluran sarungnya Abu Bakar ini tidak terjadi pada seluruh bagian sarung, tapi hanya terjadi pada salah satu sisinya saja, sebagaimana lafal haditsnya (إنه يسترخي أحد شقي إزاري)

3. Juluran sarung Abu Bakar ini tidak terjadi secara terus-menerus, tetapi hanya terjadi kadang-kadang saja, sebagaimana lafal haditsnya (إنه يسترخي أحد شقي إزاري أحيانا)

4. Abu bakar selalu menjaga sebisa mungkin agar sarungnya tidak terjulur, sebagaimana lafal hadits tersebut [إلا أن أتعاهد ذلك منه]

5. Seandainya saja isbalnya abu bakar ini terjadi pada kedua sisi sarungnya, dilakukan terus menerus, dan atas kehendaknya (dan ini semua tidak mungkin terjadi), maka sesungguhnya istidlal dengan perbuatan Abu Bakar untuk melegalkan isbal adalah istidlal yang sangat lemah -wallahu a’lam- karena beberapa alasan:

a. Ini adalah istidlal dengan perbuatan (istidlal bil fi’li), padahal disana ada ucapan yang jelas melarang perbuatan ini, maka yang harus didahulukan adalah dalil yang berupa ucapan (dalil qouliy) yang jelas-jelas melarang isbal.

b. Banyaknya kemungkinan dan penafsiran dari para ulama yang berbeda-beda mengenai perbuatan abu bakar ini, sehingga menjadikan semakin lemahnya dalil fi’liy ini.

c. Banyaknya perbedaan antara isbalnya abu bakar -kalau bisa dikatakan seperti itu- dengan isbalnya orang di era ini.

d. Sungguh sangat sembrono orang yang mensejajarkan dirinya ketika ber-isbal, dengan umat Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- yang paling mulia ini. Tidakkah orang tersebut berusaha mencontoh perbuatan Abu bakar -rodhiallahu’anhu- dalam hal ibadahnya… amar ma’ruf nahi munkarnya… dakwahnya kepada tauhid… dan amal-amal ibadah lainnya???

Atau kalau mereka mau komitmen dengan keinginan mencontoh apa yang terjadi pada abu bakar ini, harusnya mereka mencontohnya dengan seratus persen, seperti: Hanya menjulurkan sebagian sisi sarung saja… hanya kadang-kadang saja dan tidak terus menerus… juga sebisa mungkin menjaganya agar sarungnya tidak terjulur…..!

e. Tak diragukan lagi, derajat kita tentunya jauh sekali di bawah generasi sahabat, apalagi dibandingkan dengan sahabat Ibnu Umar, Sufyan bin Suhail dan ‘Amr bin Fulan..! Jika kepada mereka saja Rosul -shollallohu alaihi wasallam- mengingkari perbuatan isbal itu, bagaimana seandainya perbuatan isbal itu muncul dari kita, orang yang jauh sekali di bawah mereka?! tentunya kita lebih pantas untuk tidak diperbolehkan melakukan isbal.

*** Sebab-sebab dilarangnya isbal telah dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:

1. Karena dalam isbal terdapat isrof (mengahambur-hamburkan harta) yang dilarang.

2. Karena adanya tasyabbuh (menyerupai) wanita, dan rasul -shollallohu alaihi wasallam- melaknat laki-laki yang meniru wanita, baik dalam gaya maupun pakaiannya.

3. Karena tidak aman \ sulit menjaganya dari najis.

4. Karena isbal adalah pertanda kesombongan, dan Allah tidak menyukai perbuatan sombong.

Jika kita renungi sebab-sebab dilarangnya perbuatan isbal yang disebutkan oleh para ulama ini, ternyata kita dapati sebab-sebab tersebut tidak khusus bagi mereka yang ber-isbal dengan rasa sombong, tetapi terdapat pula pada mereka yang ber-isbal tanpa rasa sombong. Ini menunjukkan bahwa perbuatan isbal ini merupakan perbuatan yang terlarang, baik kita lakukan dengan rasa sombong atau tidak.

Dari hadits-hadits ini, kita juga dapat memetik pelajaran berharga tentang tingginya nilai-nilai Islam, ia benar-benar agama yang lengkap dan mencakup segala sisi kehidupan manusia.

Demikianlah artikel ini kami susun… Penulis yakin semua yang telah kami utarakan, telah banyak diketahui oleh para pembaca. Tapi tidak lain, tujuan kami hanya ingin mengamalkan firman ilahi {وذكر فإن الذكرى تنفع المؤمنين} juga sabda Rasul -shollallohu alaihi wasallam- (الدين النصيحة). Semoga usaha yang sedikit ini menjadi amal yang ikhlas hanya karena wajah Allah swt, dan semoga tulisan ini bermanfaat dalam kehidupan kita semua, amin.

والحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات، وسبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، سبحانك إني كنت من الظالمين
[1] Sejenis baju dari qibth (nama sebuah daerah di mesir) terbuat dari katun tipis dan putih (lih. An-nihayah)

[2] Hullah adalah pakaian yang terdiri dari dua potong: sarung dan rida’ jika terbuat dari satu jenis. dan siyaro adalah baju yang terdapat garis-garis dari sutra (lih. An-nihayah)

MU'JIZAT HADITS LALAT

MUKJIZAT HADITS LALAT

Studi Ilmiah Hadîts Lalat dalam Perspekstif Islâm dan Ilmu Medis Modern

Oleh : Abū Salmâ Muhammad Rachdie, S.Si

Sungguh, Allôh Azza wa Jalla telah menganugerahkan nikmat yang besar kepada ummat Muhammad Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam, yaitu Allôh jadikan agama mereka sebagai khôtimul Adyân (penutup agama-agama) dan menjadikan nabi mereka sebagai khôtimul Anbiyâ` (penutup para nabi) serta menjadikan mereka sebagai sebaik-baik ummat. Allôh juga berjanji untuk menjaga agama mereka, yang mashdar (sumber) pertamanya adalah al-Qur`ân al-’Azhîm kemudian as-Sunnah al-Muthohharoh. Maka barangsiapa yang berpegang dengan keduanya, niscaya Allôh akan menjaganya dari segala keburukan dan fitnah, dan cukuplah bagi kita, wasiat Nabî kita ’alaihi ash-Sholâtu was Salâm :

تركت فيكم شيئين لن تضلوا بعدهم ( ما تمسكتم بهما ) كتاب الله وسنتي ، ولن يتفرقا حتى يردا على الحوض
”Telah aku tinggalkan dua hal untuk kalian, yang kalian tidak akan pernah tersesat setelahnya selama kalian berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullâh dan sunnahku. Dan kalian tidak akan pernah berpisah sampai kalian menemui telagaku (di hari kiamat kelak).” [Dikeluarkan oleh Imâm Mâlik dan Hâkim, dan beliau menshahîhkannya].

Kita acap kali melihat adanya tulisan-tulisan yang berangkat dari kedengkian dan kebodohan, yang menyebarkan syubhât dan isykâlât (problema) seputar ayat-ayat dan hadîts- hadîts, baik dengan sengaja atau tidak, yang menimbulkan keragu-raguan dan kerancuan terhadap aqidah kaum muslimin. Sebagaimana yang dilakukan oleh kaum zanâdiqoh (orang-orang zindîq), mustasyriqîn (orientalis) dan ’ilmânîyîn (sekuler) [termasuk juga kaum liberalis dan rasionalis], terutama di negeri-negeri kâfir sehingga menyebabkan tasykîk (keragu-raguan) yang melanda kaum muslimin terhadap agamanya. Bisa juga hal ini disebabkan oleh kebodohan anak-anak kaum muslimin yang membebek terhadap setiap isu yang tidak benar, sehingga mereka ditimpa keragu-raguan oleh sebab syubhât dan racun-racun berbahaya yang menimpa pemikiran mereka. [disarikan dari Syubuhât wa Isykâlât haula Ba’dhil Ahâdîts wal Ậyât, Dârun Nasyr wat Tauzî’, hal. 35, cet. I, 1422].

Kaum muslimin yang berbahagia, sesungguhnya umat Islâm generasi awal telah bersepakat seluruhnya, bahwa sunnah nabawîyah merupakan marja’ (referensi/rujukan) kedua di dalam syariat Islam, baik di dalam masalah yang bersifat ghaibîyah i’tiqâdiyah (keimanan yang bersifat ghaib), ahkâm ‘amalîyah (hukum-hukum praktek), siyâsîyah (politik) maupun tarbawîyah (pendidikan), dan tidak boleh menyelisihinya sedikit pun hanya karena ro’yu (pemikiran), ijtihâd ataupun qiyâs (analog) seseorang. Sebagaimana yang diutarakan oleh al-Imâm asy-Syâfi’î rahimahullâh di dalam akhir kitab “ar-Risâlah” :

لا يحل القياس والخبر موجود
“Tidak halal menggunakan qiyâs sedangkan khobar (hadîts) masih ada”

Dan yang semisal dengan ucapan beliau adalah, perkataan yang masyhūr dari ‘ulamâ` al-Ushūl al-Muta’âkhirîn (kontemporer), yaitu :
إذا ورد الأثر بطل النظر
“Apabila atsar (hadîts) masih ada, pemikiran (pendapat) batal (tidak sah).”

Atau ucapan :
لا اجتهاد في مورد النص
”Tidak ada ijtihâd ketika nash (teks dalil) masih ada”
Karena sandaran dan landasan mereka adalah al-Kitâb al-Karîm dan as-Sunnah al-Muthohharoh. [Disarikan dari al-Hadîts Hujjatun Binafsihi fil Aqô`id wal Ahkâm, al-Imâm al-Albânî, softcopy http://sahab.org]

Setiap muslim wajib menerima segala apa yang disampaikan oleh Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam, karena sesungguhnya Nabî itu :
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
”Tidaklah ia berucap dari hawa nafsunya melainkan ia berucap dari wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (QS an-Najm : 3-4)

Setiap muslim wajib meyakini dan mengimani, bahwa apa saja yang disampaikan oleh Nabî, selama itu shahîh dan tetap dari beliau, maka itu pasti haq dan benar, walaupun seakan-akan hal itu sesuatu yang tidak masuk akal. Kaum muslimin wajib meyakini, bahwa seluruh ayat al-Qur`ân dan hadîts nabî yang shahîh pastilah tidak akan bertentangan dengan realitas dan fakta.
Di antara hadîts yang masih menjadi kontroversi di kalangan kaum muslimin adalah hadîts yang shahîh tentang lalat. Yaitu :

حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ قَالَ حَدَّثَنِي عُتْبَةُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ بْنُ حُنَيْنٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ فَإِنَّ فِي إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَالْأُخْرَى شِفَاءً

”Khâlid bin Makhlid menceritakan kepada kami, Sulaimân bin Bilâl menceritakan kepada kami, beliau berkata : ’Utsbah bin Muslim bercerita kepadaku bahwa beliau berkata : ’Ubaid bin Hunain mengabarkan kepadaku bahwa beliau berkata : Aku mendengar Abū Hurairoh Radhiyallâhu ’anhu berkata : Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda : ”Apabila seekor lalat jatuh ke dalam gelas salah seorang dari kalian, maka celupkanlah lalat itu lalu angkatlah (buanglah) karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap satunya terdapat obat.”.” [Shahîh al-Bukhârî, bâb Idzâ Waqo’a adz-Dzubâb fî Syarôbi Ahadikum, XI:99, hadîts no. 3073]

Lafazh yang serupa juga diriwayatkan oleh al-Imâm al-Bukhârî di dalam Shâhîh-nya (bâb Idzâ Waqo’a adz-Dzubâb fîl Inâ`, hâdîts no. 5336, XVIII:79)

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عُتْبَةَ بْنِ مُسْلِمٍ مَوْلَى بَنِي تَيْمٍ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ حُنَيْنٍ مَوْلَى بَنِي زُرَيْقٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ثُمَّ لِيَطْرَحْهُ فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً وَفِي الْآخَرِ دَاءً

”Qutaibah menceritakan kepada kami, Ismâ’îl bin Ja’far menceritakan kepada kami dari ’Utbah bin Muslim Maulâ (mantan budak) Banî Taim dari ’Ubaid bin Hunain Maulâ Banî Zuraiq dari Abu Hurairoh Radhiyallâhu ’anhu, bahwa Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda : ”Apabila seekor lalat jatuh ke dalam wadah minum kalian, maka celupkanlah seluruh tubuhnya kemudian buanglah, karena sesungguhnya pada salah satu sayapnya terdapat obat dan pada sayap lainnya terdapat penyakit.”
Hadîts ini adalah hadîts yang shahîh tanpa ada keraguan sedikitpun. Al-Muhaddits al-Albânî rahimahullâh menshahîhkannya dalam as-Silsilah ash-Shahîhah (I/58-59), beliau berkata bahwa hadîts ini datang dari 3 sahabat, yaitu :

Pertama : Abū Hurairoh, darinya ada beberapa jalan :
1. Dari ‘Ubaid bin Hunain beliau berkata, Aku mendegar Abū Hurairoh berkata, kemudian beliau menyebutkan hadîtsnya. Jalan hadîts ini dikeluarkan oleh al-Bukhârî (II/329 dan IV/71-72), ad-Dârimî (II/99), Ibnu Mâjah (3505) dan Ahmad (II/398)
2. Dari Sa’îd bin Abî Sa’îd dari Abū Hurairoh. Jalan hadîts ini dikeluarkan oleh Abū Dâwūd (3844) dari jalan Ahmad di dalam Musnad-nya (III/229,2466), al-Hasan bin ‘Arofah di dalam Juz`-nya (qôf I/91) dari jalan Muhammad bin ‘Ajlân dengan tambahan “Dan lalat itu berlindung dengan sayapnya yang di dalamnya terkandung penyakit, maka celupkanlah seluruh badannya” dan isnadnya hasan. Ibrâhîm bin Fadhl menyertai riwayat ini dari Sa’îd dengan riwayat yang sama. Dikeluarkan oleh Ahmad (II/443) dan Ibrâhîm ini adalah al-Makhzūmî al-Madanî, dia adalah seorang yang dha’îf.
3. Dari ‘Tsumâmah bin ‘Abdillâh bin Anas dari Abū Hurairoh. Jalan hadîts ini dikeluarkan oleh ad-Dârimî dan Ahmad (II/263,355,388) dan sanadnya shahîh menurut syarat Muslim.
4. Dari Muhammad bin Sîrîn dari Abū Hurairoh. Jalan hadîts ini dikeluarkan oleh Ahmad (II/355,388) dan sanadnya juga shahîh.
5. Dari Abū Shâlih dari Abū Hurairoh. Jalan hadîts ini dikeluarkan oleh Ahmad (II/340), al-Fâkihî dalam Hadits-nya (II/50/2) dengan sanad yang hasan.
Kedua : Abū Sa’îd al-Khudrî, dengan lafazh :

إن أحد جناحي الذباب سم و الآخر شفاء ، فإذا وقع في الطعام ، فاملقوه ، فإنه يقدم السم ، و يؤخر الشفاء

“Sesungguhnya pada salah satu sayap lalat terdapat racun dan pada sayap lainnya obat. Apabila seekor lalat jatuh pada makanan, maka celupkanlah, karena ia akan mendahulukan mengeluarkan racun dan mengakhirkan mengeluarkan obat.”
Dikeluarkan oleh Ahmad (III/67), dengan jalur : Yazid meriwayatkan kepada kami, Ibnu Abî Dzi`b meriwayatkan kepada kami, dari Sa’îd bin Khâlid beliau berkata : Aku datang mengunjungi Abū Salamah dan beliau menghidangkan kepada kami bubur dan gandum, lalu seekor lalat jatuh pada makanan, namun Abū Salamah malah mencelupkan lalat itu dengan telunjuknya. Saya berkata : “Wahai paman, apa yang anda lakukan?”, beliau menjawab : “Sesungguhnya Abū Sa’îd al-Khudrî mengabarkan kepadaku dari Rasūlullâh Shallâllâhuu ‘alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda -menyebutkan hadîts di atas-.
Dikeluarkan pula oleh Ibnu Mâjah (3504) dengan jalur : Abū Bakr bin Abî Syaibah meriwayatkan kepada kami, Yazîd bin Hârūn menceritakan kepada kami secara marfu’ tanpa menceritakan kisah seperti di atas.
Ath-Thoyâlîsî juga meriwayatkan di dalam Musnad-nya (2188) : Ibnu Abi Dzi`b meriwayatkan kepada kami dari Abū Sa’îd al-Khudrî.
Diriwayatkan pula oleh an-Nasâ`î 9II/193), Abū Ya’lâ dalam Musnad-nya (qôf II/65) dan Ibnu Hibbân dalam ats-Tsiqôt (II/102).

Syaikh al-Albânî berkata : sanad hadîts ini shahîh dan rijâl (perawi)-nya tsiqât (kredibel) merupakan rijâlnya syaikhain (Bukhâri-Muslim) selain Sa’îd bin Khâlid, karena dia adalah al-Qôrizhî yang statusnya shodūq, sebagaimana dinyatakan oleh adz-Dzahabî dan al-‘Asqolânî.
Ketiga : Hadîts Anas, diriwayatkan oleh al-Bazzâr dan rijâl-nya adalah rijâl yang shahîh. Diriwayatkan pula oleh ath-Thabrânî dalam al-Ausath sebagaimana pula di dalam Majma’uz Zawâ`id (V/38) dan oleh Ibnu Abî Khaitsamah di dalam Târîkh al-Kabîr-nya. Al-Hâfizh berkata : isnadnya shahîh, sebagaimana di dalam Nailul Authâr (I/55). [selesai ucapan Imâm al-Albânî Rahimahullâh dari as-Silsilah ash-Shahîhah I/58-59).
Kesimpulan : Hadîts ini shahîh dan isnadnya tsabat dari tiga sahabat yang mulia: Abū Hurairoh, Abū Sa’îd al-Khudrî dan Anas bin Malik Radhiyallâhu ‘anhum, tanpa menyisakan sedikitpun celah keragu-raguan atau penolakan terhadapnya.

Dengan waridnya isnad dari tiga sahabat ini, maka tertolaklah klaim para pengingkar sunnah dan pencelanya, baik dari kaum Syiah dan rasionalis ekstrem, yang menuduh dan menghujat Abū Hurairoh Radhiyallâhu ‘anhu dengan tuduhan-tuduhan dusta dan keji lagi tak berdasar, yang dengannya mereka menuduh bahwa hadîts ini tidak kuat, dikarenakan infirâd (bersendirinya) Abū Hurairoh dalam periwayatan. Sekiranya hadîts ini pun hanya datang dari riwayat Abū Hurairoh secara infirâd, tetap merupakan hujjah dan menjadi dalil.

Sebagian lagi membuat keragu-raguan terhadap hadîts ini, dengan asumsi bahwa hadîts ini menyelisihi realitas dan ilmu kedokteran. Menurut mereka, lalat itu adalah binatang kotor yang senang dengan hal-hal kotor. Apabila lalat jatuh pada makanan atau minuman, tentu saja lalat tersebut akan menularkan berbagai macam penyakit. Untuk itulah, sebagian mereka meng-‘ilal (mencacat) hadîts ini secara matan, dan memalingkan makna zhahirnya walaupun defajat hadîts ini shahîh.
Ironinya, diantara para penyebar tasykîk (keragu-raguan) terhadap hadîts ini adalah para tokoh Islâm yang dikenal akan kegigihannya di dalam membela Islâm dari tuduhan kaum orientalis dan kuffâr, semisal Syaikh Muhammad al-Ghozâlî, Mahmūd Syaltūt, al-Maraghî Rahimahumullâhu dan selainnya, termasuk pula DR. Yusuf al-Qaradhâwî wafaqonâllâhu wa iyâhu ila sabîlil haq.

Imâm al-Albâni Rahimahullâhu berkata :
“Sesungguhnya banyak orang merasa rancu dengan dengan hadîts ini, yang dianggap menyelisihi apa yang ditetapkan oleh para dokter, yaitu bahwa lalat itu membawa kuman-kuman penyakit yang apabila hinggap di makanan atau minuman, maka ia akan menyebarkan kuman-kuman tersebut. Realitanya sebenarnya hadîts ini tidak menyelisihi ilmu kedokteran sama sekali, bahkan menyokongnya. Karena hadîts ini memberitakan bahwa pada salah satu sayap lalat terdapat penyakit, namun ada tambahan informasi, yaitu pada sayap satunya ada obatnya.

Hal ini merupakan perkara yang ilmunya belum bisa diketahui secara pasti (saat ini, pent.), maka wajib mengimaninya apabila mereka mengaku sebagai kaum muslimin, atau tawaqquf (mendiamkan) apabila mereka bukan termasuk umat Islâm jika mereka termasuk orang yang berakal dan berilmu! Karena, ilmu yang benar itu menyatakan bahwa ketidaktahuan akan sesuatu tidak otomatis menyatakan sesuatu itu tidak ada…

Pakar kedokteran sendiri berbeda pendapat seputar masalah ini. Saya telah banyak membaca artikel-artikel di berbagai majalah, yang sebagiannya menyokong dan sebagiannya lagi membantah. Kami meyakini akan keshahîhan hadîts ini dan kami yakin bahwa Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam tidaklah berucap dari hawa nafsunya melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya. Kami tidaklah memusingkan banyaknya analisis yang dilakukan oleh pakar kedokteran tentangnya, karena hadîts adalah penjelas yang berdiri sendiri tidak butuh pengukuhan dari luar. Namun, jiwa ini akan semakin bertambah keimanannya apabila melihat hadîts yang selaras dengan ilmu modern yang benar.

Oleh karena itu, saya rasa cukup banyak faidahnya apabila saya menukilkan kepada para pembaca sekalian, ringkasan ceramah yang dihadiri oleh salah seorang pakar medis di Jum’îyah al-Hidâyah al-Islâmîyah di Mesir seputar hadîts ini. Beliau (pakar medis ini) berkata :
”Lalat hinggap di atas tempat-tempat jorok yang penuh dengan kuman-kuman berbagai penyakit. Sebagian kuman tersebut menempel di bagian tubuhnya dan sebagiannya lagi termakan. Oleh karena itulah di dalam tubuh lalat membentuk suatu (antibody) terhadap kuman tersebut berupa senyawa yang disebut oleh pakar kedokteran sebagai ”antibacterial”, dan antibacterial ini membunuh banyak kuman-kuman penyakit, sehingga tidak memungkinkan lagi bagi kuman-kuman tersebut tetap hidup atau memberikan pengaruh terhadap tubuh manusia dalam keadaan eksisnya antibacterial ini. Dan ada lagi kekhususan salah satu sayap lalat ini, yaitu ia memojokkan bakteri sampai ke ujungnya. Dengan demikian, apabila ada lalat yang jatuh ke dalam minuman atau makanan, ia akan menurunkan kuman yang menempel di tubuhnya pada minuman tersebut, karena kuman tersebut berada di bagian tubuhnya yang terdekat, dan yang pertama kali melindungi dari kuman ini adalah antibacterial yang dibawa lalat di dalam perutnya yang dekat dengan salah satu sayapnya, yang apabila ada penyakit maka obat penawarnya adalah pada bagian terdekat penyakit itu (yaitu di bagian sayap lainnya). Maka cukuplah kiranya untuk membunuh kuman itu dengan cara mencelupkan lalat tersebut (ke dalam minuman) kemudian membuangnya…” [selesai ucapan Imâm al-Albânî Rahimahullâh dari Silsîlah ash-Shahîhah (I/59) dengan diringkas].

Imâm al-Albânî Rahimahullâh melanjutkan :
“Kemudian saya pernah membaca Majalah “al-‘Arobî al-Kuwaitîyah” no. 82, hal. 144, artikel yang berjudul “Anta Tas`al wa Nahnu Nujîb” (Anda bertanya Kami menjawab), buah pena ‘Abdul Wârits Kabîr, yang memberikan jawaban atas pertanyaan mengenai hadîts lalat ini, apakah shahîh ataukah dha’îf? Dia menjawab :
“Adapun hadîts lalat dan penjelasan bahwa pada kedua sayapnya terhadap penyakit dan obatnya, maka hadîtsnya dha’îf. Bahkan hadîts tersebut secara akal adalah hadîts yang dibuat-buat, karena telah jelas bahwa lalat itu membawa kuman dan penyakit… Tidak ada seorangpun yang mengatakan bahwa pada satu sayap lalat terdapat penyakit dan pada sayap satunya terdapat obat, melainkan orang yang memalsukan hadîts ini atau mengada-adakannya. Kalau hadîts ini shahîh, niscaya ilmu hadîts akan mengungkapkan bahayanya lalat dan mendorong untuk menjauhinya.”

(Imâm al-Albânî mengomentari) Ringkasnya, ucapan orang ini berangkat dari tipu muslihat dan kebodohannya yang harus dibongkar sebagai pembelaan terhadap hadîts Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam dan perlindungan padanya dari penipuan yang dilakukan orang ini dengan kata-kata yang dihiasinya (dengan kebodohan dan tipu muslihat). Saya (Imâm al-Albânî) katakan :
Pertama : ia menuduh bahwa hadîts ini dha’îf, yaitu dari bidang keilmuan hadîts dengan dalil ucapannya : “Bahkan hadîts tersebut secara akal adalah hadîts yang dibuat-buat”. Tuduhannya ini adalah tuduhan yang nyata-nyata bathil, yang dapat diketahui dari takhrîj hadîts yang telah dipaparkan sebelumnya dari jalan periwayatan tiga orang sahabat dari Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam, dan kesemuanya shahîh. Cukuplah bagi anda dalil atas hal ini bahwa tidak ada seorangpun ulama yang berpendapat bahwa hadîts ini dha’îf sebagaimana yang dilakukan oleh penulis yang buruk ini!
Kedua : ia menuduh bahwa hadîts ini secara akal adalah dibuat-buat. Tuduhannya ini tidak kalah jelasnya akan kebatilannya dibandingkan dengan tuduhannya pertama. Karena tuduhannya ini hanyalah sekedar tuduhan belaka, tanpa disokong oleh dalîl sedikitpun melainkan berangkat dari kebodohannya, yang tidak mungkin ia menguasainya sepenuhnya. Tidakkah anda melihat bahwa ia mengatakan : “Tidak ada seorangpun… Kalau hadîts ini shahîh, niscaya ilmu hadîts akan mengungkapkan…”
Apakah ilmu hadîts, wahai orang yang miskîn (ilmu), telah dapat mengetahui segala sesuatunya secara sempurna… padahal ahli hadîts apabila mendapatkan ilmu mereka mengatakan :
إننا كلما ازددنا علما بما في الكون و أسراره ، ازددنا معرفة بجهلنا
“Sesungguhnya kami, apabila bertambah ilmu kami tentang alam dan rahasianya, maka bertambahlah pengetahuan kami akan kebodohan kami.”
Karena yang benar adalah sebagaimana firman Allôh Tabâroka wa Ta’âlâ :
و ما أوتيتم من العلم إلا قليلا
“Dan tidaklah kami dianugerahi ilmu melainkan hanya sedikit.”
Ketiga : Kami telah menukilkan kepada anda sebelumnya apa yang telah ditetapkan oleh dunia kedokteran hari ini, bahwa lalat membawa di dalam perutnya apa yang disebut dengan “antibacterial” yang dapat membunuh kuman. Hal ini, walaupun belum bisa dikatakan membuktikan hadîts ini secara mendetail, namun secara umum telah cukup untuk mengingkari sang penulis dan orang semisalnya bahwa lalat memiliki penyakit dan obat sekaligus dalam tubuhnya. Bukannya tidak mungkin bahwa pada masa yang akan datang, akan tersingkaplah mukjizat Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam tentang tetapnya perincian masalah ini secara ilmiah.

و لتعلمن نبأه ، بعد حين
“Dan Sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) beritanya setelah beberapa waktu lagi.” [Dinukil secara ringkas dari Silsîlah al-Ahâdîts ash-Shahîhah I/59-60].

Iya, apa yang syaikh Rahimahullâh katakan adalah benar, bahwa bukti-bukti ilmiah telah menjelaskan secara terperinci dan mendetail kebenaran hadîts lalat ini, sebagaimana akan saya jelaskan nanti. Hal yang sama juga diutarakan oleh Fadhîlatusy Syaikh ‘Athiyah Shaqr, salah satu mufti Mesir dan guru besar al-Azhar, dalam Fatâwâ al-Azhar (VIII/206) ketika ditanya tentang hadîts lalat ini, beliau berkata :
“Al-Bukhârî meriwayatkan dari Abi Hurairoh Radhiyallâhu ‘anhu bahwa Nabî Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda “Apabila seekor lalat jatuh ke dalam Syarôb (minuman) salah seorang dari kalian, maka benamkanlah (falyaghmushu) lalat tersebut kemudian angkat (buang)-lah. Karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya terdapat obat.” Di dalam riwayat selain al-Bukhârî dikatakan “inâ`” (gelas/wadah) sebagai pengganti “syarôb” dan dikatakan “famqulūhu” (celupkanlah) sebagai pengganti “falyaghmushu”. Bahwasanya lalat, (ketika jatuh) mendahulukan sayap yang di dalamnya terkandung penyakit dan mengakhirkan sayap yang mengandung obat, dan hadîts di atas memerintahkan untuk membuang lalat setelah membenamkannya ke dalam minuman dan tidak membiarkannya begitu saja di dalam gelas.

Para dokter sendiri, saling berselisih sengit seputar hadîts ini, dan setiap kubu berdalil dengan wijhah nazhor (analisis) masing-masing. Namun suatu hal yang jelas dari pendapat mereka, bahwa mereka para ilmuwan dalam bidang medis/kedokteran, menyatakan bahwa ilmu kedokteran senantiasa masih diliputi oleh suatu rahasia yang belum terkuak hingga sekarang [maksudnya belum selesai, pent]. Para peneliti sendiri telah menemukan bahwa lalat –terutama dari jenis yang dikenal dengan sebutan az-Zanbūr- di dalam tubuhnya terdapat bisa/racun sekaligus antidotnya, atau dengan kata lain penyakit dan obatnya. Suatu hal yang telah ma’rūf (diketahui) oleh orang banyak bahwa bisa/racun kalajengking dapat diobati dengan bisa kalajengking pula setelah mengalami perlakuan khusus. Dan kekebalan (imunitas) terhadap beberapa penyakit, dapat diperoleh dari penyakit itu sendiri setelah melemahkan mikroba atau virus –menurut istilah mereka- dengan suatu metode tertentu. [semisal vaksinasi, pent.]

Ulama kita yang mulia telah mengukuhkan bahwa hadîts ini adalah hadîts yang tsabat (tetap) dari jalur riwayat yang shahîh. Oleh karena itu tidak sepatutnya kita terlalu gegabah mendustakannya walaupun hadîts tersebut menyelisihi suatu hal yang umum yang mana tidak sampai kepada tingkatan haqîqoh (realita) yang pasti. Tidak pula kita tergesa-gesa menakwilkannya untuk menyelaraskan dengan hal yang kita hadapi, kecuali apabila (realitasnya) telah tetap secara pasti dan tidak menyisakan suatu keraguan sedikitpun, maka pada saat itulah takwil dibolehkan dan cara penakwilan dalam hal ini banyak.
Pertentangan antara nash dengan realitas semata-mata merupakan pertentangan zhahir nash belaka, bukan hakikatnya. Karena dua hal yang realitas tidak akan saling bertentangan selamanya dengan bentuk pertentangan yang menyeluruh dari segala aspeknya.

Diantara ulama yang menghabiskan waktunya di dalam menyelaraskan antara dua riwayat yang terkesan saling bertentangan antara satu dengan lainnya adalah : Ibnu Qutaibah ad-Dînawarî (w. 276 H), beliau membahas hadîts lalat ini di dalam buku beliau yang berjudul Ta`wil Mukhtalafil Hadîts dan beliau paparkan pendapat ahli pengobatan tentangnya.

Almarhūm [lebih utama menyebut dengan Rahimahullâhu, walaupun Imâm Ibnu ‘Utsaimîn memperbolehkan menyebut kata ini dengan maksud tafaâ’ul (optimistis) dan doa, pent.] Yūsuf ad-Daujî telah memberikan jawaban tentang hadîts ini dengan jawaban yang belum pernah dikeluarkan sebelumnya, dan pendapat beliau ini disokong oleh as-Sayyid Ibrâhîm Musthofâ ‘Abdah –salah seorang apoteker dan ahli farmasi medis- dalam salah satu muhâdhoroh (ceramah) beliau di Jum’îyah (Perhimpunan) al-Hidâyah al-Islâmîyah di Kairo pada tanggal 19 Maret 1931, dan ceramah beliau ini dipublikasikan oleh Majalah “Al-Islâm” tertanggal 30 Desember 1932 dengan sokongan tambahan informasi medis dari ahli medis senior di dunia. Hal ini juga dipublikasikan oleh Majalah “Al-Azhar” edisi Rojab 1378. Pembahasan akan Hadîts ini juga termaktub dalam risalah (disertasi) yang dipresentasikan oleh Almarhūm as-Syaikh Muhammad Muhammad Abū Syuhbah dalam rangka meraih gelar profesor pada tahun 1946, dan di dalamnya terdapat penukilan-penukilan medis dari ahli medis ternama, anda dapat merujuk pembahasan ini dalam kitab beliau, Difâ’ ‘anis Sunnah, halaman 199.

Pembahasan serupa juga datang dari ceramah al-Ustadz Ibrâhîm Musthofâ, bahwa lalat seringkali hinggap di tempat-tempat busuk dan kotor yang banyak mengandung kuman, dan mengubah apa yang dimakannya di dalam tubuhnya menjadi apa yang disebut oleh ahli medis sebagai “Bacteriophage” [perusakan bakteri oleh agen litik, pent.], yang membantu membunuh mayoritas kuman-kuman tersebut. Beliau menetapkan hal ini dari jurnal ilmiah yang beliau nukil dari Majalah at-Tajârub ath-Thibbîyah al-Injilîziyah [Farmakologi Medis] no. 1037, tahun 1927. [selesai penukilan dari Fatawa al-Azhar].

Kepada para penolak hadîts lalat –dan pengingkar hadîts Nabî lainnya-, lihatlah bagaimana benarnya Nabîyullâh Muhammad Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam, dan bagaimana mukjizat beliau akhirnya terkuak oleh sains dan pengetahuan modern.

Berikut ini adalah sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh Tim Departemen Mikrobiologi Medis, Fakultas Sains, Universitas Qâshim, Kerajaan Arab Saudi, beberapa peneliti muda yang terdiri dari :
1. Sâmi Ibrâhîm at-Tailî
2. ‘Ậdil ‘Abdurrahmân al-Misnid
3. Khâlid Dza’âr al-Utaibî
Yang dibimbing oleh Dr. Jamâl Hâmid, dan dikoordinasi oleh DR. Shâlih ash-Shâlih (seorang da’i terkenal di Eropa, pen.), melakukan penelitian tentang analisa mikrobiologi tentang sayap lalat. Laporan ini mereka presentasikan ke acara ”Student Research Seminar” di Universitas Qâshim, KSA.
Metode yang mereka gunakan cukup sederhana, yaitu mengkultivasi (menumbuhkan) air steril yang telah dicelupkan lalat ke media Agar [media yang berasal dari musilaginosa kering yang diekstrak dari ganggang mereh, yang mencair pada suhu 100oC dan memadat pada suhu 40oC yang tidak dapat dicerna oleh mikroba, pen.] kemudian mengidentifikasi mikroba yang tumbuh.
Lalat yang digunakan ada beberapa spesies, dan sample yang digunakan untuk tiap spesies terdiri dari dua sample, yaitu (1) sample air steril dimana lalat dimasukkan sedemikian rupa sehingga hanya pada bagian sayap lalat saja, dan (2) sample air steril yang dimasukkan lalat yang dicelup seluruh tubuhnya. Semua ini dilakukan secara aseptis (bebas mikroba) di ruangan khusus, untuk menghindarkan terjadinya kontaminasi luar yang akan membuat hasil penelitian menjadi bias.
Setelah itu, sample air tadi dikultivasi ke media Agar dan diinkubasi selama beberapa hari sehingga kultur (biakan) mikroba tumbuh dan tampak secara jelas. Hasil kultur mikroba tersebut diidentifikasi untuk mengetahui jenis mikroba tersebut. Berikut ini adalah hasilnya.


Keterangan : Spesies Lalat A

Cawan Petri 1 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dicelupkan lalat secara sempurna (seluruh tubuhnya terbenam).
Cawan Petri 2 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dijatuhkan seekor lalat ke dalamnya tanpa membenamkannya.

Hasil :
Pada cawan petri 2, setelah diidentifikasi ternyata media ditumbuhi oleh koloni bakteri patogen tipe E. Coli, yang merupakan penyebab berbagai macam penyakit. Adapun pada cawan 1, pada awal mulanya tampak tumbuh koloni kecil tipe E. Coli, namun pertumbuhannya terhambat oleh mikororganisme yang setelah diidentifikasi merupakan bakteri Actinomyces yang dapat memproduksi antibiotik. Bakteri ini biasanya menghasilkan antibiotik yang dapat diekstrak, yaitu actinomycetin dan actinomycin yang berfungsi melisiskan bakteri dan bersifat antibakteri dan antifungi.


Keterangan : Spesies Lalat B

Cawan Petri 1 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dicelupkan lalat secara sempurna (seluruh tubuhnya terbenam).
Cawan Petri 2 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dijatuhkan seekor lalat ke dalamnya tanpa membenamkannya.

Hasil :
Pada cawan petri 2, setelah diidentifikasi ternyata media ditumbuhi oleh koloni bakteri patogen tipe Coynobacterium dephteroid, yang merupakan penyebab berbagai macam penyakit. Adapun pada cawan 1, tumbuh mikororganisme yang setelah diidentifikasi merupakan bakteri Actinomyces yang memproduksi antibiotik. Bakteri ini biasanya menghasilkan antibiotik yang dapat diekstrak, yaitu actinomycetin dan actinomycin yang berfungsi melisiskan bakteri dan bersifat antibakteri dan antifungi.



Keterangan : Spesies Lalat C

Cawan Petri 1 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dicelupkan lalat secara sempurna (seluruh tubuhnya terbenam).
Cawan Petri 2 : sampel kultur air yang diambil dari sebuah tabung yang berisi air steril yang dijatuhkan seekor lalat ke dalamnya tanpa membenamkannya.

Hasil :
Pada cawan petri 2, setelah diidentifikasi ternyata media ditumbuhi oleh koloni bakteri patogen tipe Staphylococcus sp., yang merupakan penyebab berbagai macam penyakit. Adapun pada cawan 1, tumbuh mikororganisme yang setelah diidentifikasi merupakan bakteri Actinomyces yang memproduksi antibiotik. Bakteri ini biasanya menghasilkan antibiotik yang dapat diekstrak, yaitu actinomycetin dan actinomycin yang berfungsi melisiskan bakteri dan bersifat antibakteri dan antifungi.
Hasil yang serupa diperoleh untuk jenis lalat lain yang banyak mengandung bakteri patogen Salmonella sp. dan Proteus sp., yang terhambat oleh pertumbuhan Actinomyces.

Kesimpulan :
Masuknya lalat pada makanan atau minuman, dengan tanpa dicelup dan dicelup, ternyata memberikan hasil berbeda yang signifikan. Hal ini membenarkan apa yang disabdakan oleh baginda Nabî yang mulia, Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam, bahwa pada sayap lalat itu terdapat penyakit sekaligus penawarnya. Maha benar Allôh dan Maha benar Rasūlullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam.

Malang, 23 November 2007
Abū Salmâ al-Atsarî
Moch. Rachdie Pratama, S.Si

Daftar Rujukan :
• Syubuhât wa Isykâlât Haula Ba’dhil Ahâdîts wal Ậyât, Lajnah ad-Dâ`imah lil Buhutsil ‘Ilmîyah wal Iftâ`, Dâr ats-Tsabât lin Nasyr wat Tauzî’, cet. I, 1322.
• Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah, Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî, Maktabah Syâmilah.
• Fatâwâ al-Azhar, ‘Athiyah Shaqr, Maktabah Syâmilah.
• Al-Hadîts Hujjatun Binafsihi fil Aqô’id wal Ahkâm, Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî, softcopy dari http://www.sahab.org.
• Al-Madrosatu al-‘Aqlîyah wa Buthlânu Hujjatuha, DR. Muhammad Mūsâ Nashr, Dârul Atsarîyah, Amman, 2005.
• The Hadith on The Fly : One Wing Carrying Disease And The Other Carrying The Cure, Student Research Seminar Team, Course Med 497, http://www.islamlife.com
• Microbiology Concepts and Application, Paul A. Ketchum, John& Wiley Sons Inc., America, 1998.
• Kamus Kedokteran Dorland, Tim EGC, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Edisi 26, cet. II, 1996